twitter
rss

Senin, 29 Desember 2014

Evaluasi Bahasa Indonesia di Kelas Tinggi


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
      Evaluasi merupakan salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar. Sebagai suatu komponen, maka evaluasi tidak dapat dipisahkan dari komponen-kompenen yang lain. Artinya setiap kali kegiatan itu diselenggarakan maka evaluasi juga diadakan.
      Salah satu faktor penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah proses pembelajaran yang dilakukan, sedangkan salah satu faktor penting untuk efektifitas pembelajaran adalah faktor evaluasi baik terhadap proses maupun hasil pembelajaran. Evaluasi dapat mendorong siswa untuk giat belajar secara terus menerus dan juga mendorong guru untuk lebih meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan juga mendorong sekolah untuk lebih meningkatkan fasilitas dan kualitas manajemen sekolah.
      Sehubungan dengan hal tersebut, maka di dalam pembelajaran dibutuhkan guru yang tidak hanya mampu mengajar dengan baik tetapi juga dapat melakukan evaluasi dengan baik. Kegiatan evaluasi sebagai bagian dari program pembelajaran perlu lebih dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya bertumpu pada penilaian hasil belajar tetapi juga perlu penilaian terhadap input, output, maupun kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Manfaat utama dari evaluasi adalah meningkatkan kualitas pembelajaran dan selanjutnya akan terjadi peningkatan kualitas pendidikan.
      Penilaian belajar bukan hanya bersifat kognitif saja, tetapi juga mencakup semua potensi yang ada pada anak didik. Keberhasilan program pembelajaran selalu dilihat dari aspek hasil belajar, sementara implementasi program pembelajaran di kelas atau kualitas proses pembelajaran itu jarang tersentuh kegiatan penilaian.
      Evaluasi mau tidak mau menjadi hal yang penting dan sangat di butuhkan dalam proses belajar mengajar, karena evaluasi dapat mengukur seberapa jauh kebehasilan anak didik dalam menyerap materi yang di ajarkan, dengan evaluasi,  maju dan mundurnya kualitas pendidikan dapat di ketahui, dan dengan evaluasi pula, kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar  untuk berubah lebih baik kedepan.
      Tanpa evaluasi, kita tidak bisa mengetahui seberapa jauh keberhasilan siswa, dan tanpa evaluasi pula kita tidak akan ada perubahan menjadi lebih baik,maka dari itu di makalah ini akan coba dibahas.
      Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan menjadikan pendidikan ke depan lebih baik dan lebih maju dalam menyongsong kemajuan zaman globalisasi.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan evaluasi?
2.      Apa saja perbedaan dari evaluasi, pengukuran, dan penilaian?
3.      Apa tujuan dan fungsi dari evaluasi Bahasa Indonesia di kelas tinggi?
4.      Apa saja macam-macam evaluasi Bahasa Indonesia di kelas tinggi?
5.      Teknik apa yang digunakan dalam evaluasi Bahasa Indonesia kelas tinggi?
6.      Bagaimana alat penilaian yang digunakan untuk evaluasi Bahasa Indonesia kelas tinggi?

C.    Tujuan
      Tujuan yang ingin dicapai dari rumusan masalah tersebut adalah :
1.      Menjelaskan pengertian tentang evaluasi.
2.      Menjelaskan perbedaan dari evaluasi, pengukuran, dan penilaian.
3.      Menjelaskan tujuan dan fungsi dari evaluasi Bahasa Indonesia di kelas tinggi.
4.      Menerangkan macam-macam evaluasi Bahasa Indonesia di kelas tinggi.
5.      Menerangkan teknik yang digunakan dalam evaluasi Bahasa Indonesia kelas tinggi.
6.      Menerangkan alat penilaian yang digunakan untuk evaluasi Bahasa Indonesia kelas tinggi.

D.    Manfaat
      Manfaat yang dapat diambil dari rumusan masalah tersebut adalah :
1.      Mengerti pengertian tentang evaluasi.
2.      Mengerti perbedaan dari evaluasi, pengukuran, dan penilaian.
3.      Mengetahui tujuan dan fungsi dari evaluasi Bahasa Indonesia di kelas tinggi.
4.      Mengetahui macam-macam evaluasi Bahasa Indonesia di kelas tinggi.
5.      Mengetahui teknik yang digunakan dalam evaluasi Bahasa Indonesia kelas tinggi.
6.      Mengerti alat penilaian yang digunakan untuk evaluasi Bahasa Indonesia kelas tinggi.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN EVALUASI
      Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.
      Evaluasi bukan sekadar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, yang jelas. Evaluasi berkaitan erat dengan pengukuran dan penilaian yang pada umumnya diartikan tidak berbeda (indifferent), walaupun pada hakekatnya berbeda satu dengan yang lain. Pengukuran (measurement) adalah proses membandingkan sesuatu melalui suatu kriteria baku (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian adalah suatu proses transformasi dari hasil pengukuran menjadi suatu nilai. Evaluasi secara etimologi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang bertarti value, yang secara secara harfiah dapat diartikan sebagai penilaian
      Evaluasi adalah proses penilaian yang sistematis mencakup pemberian nilai, atribut, apresiasi, dan pengenalan permasalahan serta pemberian solusi-solusi atas permasalahan yang ditemukan. Evaluasi bersifat analitik dan kooperatif dengan obyek evaluasi (evaluatan), sedangkan audit lebih menekankan pada pengujian-pengujian bukti dan independen terhadap obyek audit (auditan). Keduanya tetap mengedepankan obyektivitas evaluator atau auditor.
      Tidak ada satupun guru yang tidak ingin berhasil dalam proses mengajar, tentunya semua guru sangat mengharapkan sekali keberhasilan belajar mengajar itu, guru yang masa bodoh terhadap anak didiknya adalah cermin kurang tanggung jawabnya seorang guru menjabat sebagai profesinya, guru yang tidak mau tahu dengan perkembangan pendidikan anak didiknya adalah tanda guru yang tidak peduli taerhadap tantangan zaman yang terus merongrong anak didiknya.
      Walaupun ada terobosan baru metode belajar yang bagus, seperti yang di pelopori oleh bobby de porter dalam quantum learningnya, tetapi itu saja tidak cukup, metode yang bagus saja tidak cukup tanpa evaluasi, maka evaluasi sangat  di butuhkan sekali dalam pendidikan. Dalam sebuah buku yang berjudul teknik evaluasi pendidikan karya M.chabib thoha, beliau mengatakan bahwa ; Evaluasi berasal dari kata evaluation yang berarti suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai sesuatu, apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak. Evaluasi pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitatif atau kuantitatif sesuai dengan standar tertentu. Hasilnya diperlukan untuk membuat berbagai putusan dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Evaluasi atau penilaian dalam bidang pengajaran dapat diartikan sebagai suatu proses untuk mengukur kadar pencapaian tujuan. Tuckman (1975:12) mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau criteria yang telah ditentukan. Pengertian evaluasi berkaitan erat dengan pengertian pengukuran (measurement).
Orang sering mencampuradukkan kedua pengertian ini. Untuk dapat memberikan penilaian secara tepat, misalnya tentang kemampuan siswa memahami teks argumentasi, pengajar memerlukan data-data tentang kemampuan siswa dalam hal itu. Untuk mendapatkan data tersebut, misalnya skor, pengajar memerlukan kegiatan yang disebut pengukuran. Jadi, pengukuran itu merupakan proses mengukur yang berfungsi sebagai alat evaluasi. Ia berhubungan dengan data-data kuantitatif saja misalnya berupa skor-skor siswa. Dari kegiatan pengukuran ini proses evaluasi dimulai. Data kuantitatif yang didapat dari pengukuran diubah menjadi pernyataan kualitatif yang berupa penilaian. Misalnya, skor 40, 60, 80 dari hasil pengukuran dapat dinilai sebagai kurang mampu, cukup mampu, dan sangat mampu.

B.     PERBEDAAN EVALUASI, PENILAIAN, DAN PENGUKURAN
      Untuk memahami pengertian evaluasi, pengukuran dan penilaian kita dapat memahaminya lewat contoh berikut :
1.      Apabila ada seseorang yang memberikan kepada kita 2 pensil yang berbeda ukuran ,yang satu panjang dan yang satu lebih pendek dan kita diminta untuk memilihnya, maka otomatis kita akan cenderung memilih pensil yang panjang karena akan bisa lebih lama digunakan. Kecuali memang ada kriteria lain sehingga kita memilih sebaliknya.
2.      Peristiwa menjual dan membeli di pasar. Kadang kala sebelum kita membeli durian di pasar, sering kali kita membandingkan terlebih dahulu durian yang ada sebelum membelinya. Biasanya kita akan mencium, melihat bentuknya, jenisnya ataupun tampak tangkai yang ada pada durian tersebut untuk mengetahui durian manakah yang baik dan layak dibeli.

      Dari kedua contoh diatas maka dapat kita simpulkan bahwa kita selalu melakukan penilaian sebelum menentukan pilihan untuk memilih suatu objek/benda. Pada contoh pertama kita akan memilih pensil yang lebih panjang dari pada pensil yang pendek karena pensil yang lebih panjang dapat kita gunakan lebih lama. Sedangkan pada contoh yang kedua kita akan menentukan durian mana yang akan kita beli berdasarkan bau, bentuk, jenis, ataupun tampak tangkai dari durian yang dijual tersebut. Sehingga kita dapat memperkirakan mana durian yang manis.
      Untuk mengadakan penilaian, kita harus melakukan pengukuran terlebih dahulu. Dalam contoh 1 diatas, jika kita mempunyai pengaris, maka untuk menentukan pensil mana yang lebih panjang maka kita akan mengukur kedua pensil tersebut dengan menggunakan pengaris kemudian kita akan melakukan penilaian dengan membandingkan ukuran panjang dari masing-masing penggaris sehingga pada akhirnya kita dapat mengatakan bahwa “Yang ini panjang” dan “Yang ini pendek” lalu yang panjanglah yang kita ambil.
      Dalam contoh yang ke 2, kita memilih durian yang terbaik lewat bau, tampak tangkai, maupun jenisnya. Hal itu juga diawali dengan proses pengukuran dimana kita membanding-bandingkan beberapa durian yang ada sekalipun tidak menggunakan alat ukur yang paten tetapi berdasarkan pengalaman. Barulah kita melakukan penilaian mana durian yang terbaik berdasarkan ukuran yang kita tetapkan yang akan dibeli.
      Dari hal ini kita dapat mengetahui bahwa dalam proses penilaian kita menggunakan 3 ukuran, yakni ukuran baku (meter, kilogram, takaran, dan sebagainya), ukuran tidak baku (depa, jengkal, langkah, dan sebagainya) dan ukuran perkiraan yakni berdasarkan pengalaman.
      Langkah-langkah mengukur kemudian menilai sesuatu sebelum kita mengambilnya itulah yang dinamakan mengadakan evaluasi yakni mengukur dan menilai. Kita tidak dapat mengadakan evaluasi sebelum melakukan aktivitas mengukur dan menilai.
      Berdasarkan contoh diatas dapat kita simpulkan pengertian pengukuran, penilaian, dan evaluasi sebagai berikut :
a.       Pengukuran adalah kegiatan membandingkan sesuatu dengan ukuran tertentu dan bersifat kuantitatif.
b.      Penilaian adalah kegiatan mengambil keputusan untuk menentukan sesuatu berdasarkan kriteria baik buruk dan bersifat kualitatif. Sedangkan
c.       Evaluasi adalah kegiatan yang meliputi pengukuran dan penilaian

1.      Evaluasi dalam Pendidikan
            Secara harafiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai “The process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives”. Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.
            Evaluasi menurut Kumano (2001) merupakan penilaian terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen. Sementara itu menurut Calongesi (1995) evaluasi adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan hasil pengukuran. Sejalan dengan pengertian tersebut, Zainul dan Nasution (2001) menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes.
            Secara garis besar dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu. Selain dari itu, evaluasi juga dapat dipandang sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Dengan demikian, Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauhmana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa (Purwanto, 2002).
            Arikunto (2003) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan program pendidikan. Tayibnapis (2000) dalam hal ini lebih meninjau pengertian evaluasi program dalam konteks tujuan yaitu sebagai proses menilai sampai sejauhmana tujuan pendidikan dapat dicapai.
            Berdasarkan tujuannya, terdapat pengertian evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi formatif dinyatakan sebagai upaya untuk memperoleh feedback perbaikan program, sementara itu evaluasi sumatif merupakan upaya menilai manfaat program dan mengambil keputusan (Lehman, 1990).

2.      Penilaian Dalam Pendidikan
            Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
            Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.


3.      Pengukuran dalam pendidikan
            Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuantitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian, atau kepercayaan konsumen.
Pengukuran adalah proses pemberian angka-angka atau label kepada unit analisis untuk merepresentasikan atribut-atribut konsep. Proses ini seharusnya cukup dimengerti orang walau misalnya definisinya tidak dimengerti. Hal ini karena antara lain kita sering kali melakukan pengukuran.
            Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran (Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan. Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau formula tertentu.
            Measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan performance siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (system angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performance siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka (Alwasilah et al.1996). Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat yang menyatakan bahwa pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut atau karakter tertentu yang dimiliki oleh seseorang, atau suatu obyek tertentu yang mengacu pada aturan dan formulasi yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus disepakati secara umum oleh para ahli (Zainul & Nasution, 2001).     Dengan demikian, pengukuran dalam bidang pendidikan berarti mengukur atribut atau karakteristik peserta didik tertentu. Dalam hal ini yang diukur bukan peserta didik tersebut, akan tetapi karakteristik atau atributnya. Senada dengan pendapat tersebut, Secara lebih ringkas, Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.

4.      Perbedaan Evaluasi, Penilaian dan Pengukuran
            Berdasarkan pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes. Pengukuran adalah membandingkan hasil tes dengan standar yang ditetapkan. Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau membanding-bandingkan dan tidak sampai ke taraf pengambilan keputusan.Penilaian bersifat kualitatif.
            Agar lebih jelas perbedaannya maka perlu dispesifikasi lagi untuk pengertian masing-masing :
a.       Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai, kriteria-judgment atau tindakan dalam pembelajaran.
b.      Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar.
c.       Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris.

C.    TUJUAN DAN FUNGSI EVALUASI
Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, guru akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik.
Evaluasi pendidikan memberikan manfaat baik bagi siswa atau peserta pendidikan, pengajar maupun manajemen. Dengan adanya evaluasi, peserta didik dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah digapai selama mengikuti pendidikan. Pada kondisi dimana siswa mendapatkan nilai yang mernuaskan maka akan memberikan dampak berupa suatu stimulus, motivator agar siswa dapat lebih meningkatkan prestasi.
Pada kondisi dimana hasil yang dicapai tidak mernuaskan maka siswa akan berusaha memperbaiki kegiatan belajar, namun demikian sangat diperlukan pemberian stimulus positif dari guru/pengajar agar siswa tidak putus asa. Dari sisi pendidik, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik untuk menetapkan upaya upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
Ada beberapa tujuan dan atau fungsi penilaian dalam pengajaran di sekolah, yaitu :
1.      Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan pengajaran yang telah ditetapkan telah tercapai dalam kegiatan pembelajaran.
2.      Untuk memberikan objektivitas pengamatan kita terhadap perilaku hasil belajar siswa.
3.      Untuk mengetahu kemampuan siswa dalam bidang/topik tertentu.
4.      Untuk menentukan kelayakan siswa, misalnya naik kelas, lulus.
5.      Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan pembelajaranyang dilakukan.

Evaluasi memiliki beberapa fungsi yaitu ;
1.      Fungsi normatif, yaitu berfungsi untuk perbaikan sistem pembelajaran.
2.         Fungsi diagnostik, yaitu untuk mengetahui faktor kesulitan siswa dalam proses pembelajaran.
3.      Fungsi sumatif, yaitu berfungsi untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik
4.      Fungsi penempatan

Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.
Dalam konteks pelaksanaan pendidikan, evaluasi memiliki beberapa tujuan, antara lain sebagai berikut:
a.       Untuk mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b.      Untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran.
c.       Untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya.

Selain fungsi di atas, penilaian juga dapat berfungsi sebagai alat seleksi, penempatan, dan diagnostik, guna mengetahui keberhasilan suatu proses dan hasil pembelajaran. Penjelasan dari setiap fungsi tersebut adalah:
a.      Fungsi Diagnostik. Evaluasi diagnostik berfungsi atau dilaksanakan untuk mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami peserta didik, menentukan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesulitan belajar tersebut.
b.      Fungsi Penempatan. Evaluasi berfungsi atau dilaksanakan untuk keperluan penempatan agar setiap orang (peserta pendidikan) mengikuti pendidikan pada jenis dan/atau jenjang pendidikan yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya masing-masing.
c.       Fungsi seleksi. Evaluasi berfungsi atau dilaksanakan untuk keperluan seleksi, yaitu menyeleksi calon peserta suatu lembaga pendidikan/kursus berdasarkan kriteria tertentu.

D.    MACAM-MACAM EVALUASI BAHASA INDONESIA DI KELAS TINGGI
Penilaian pembelajaran bahasa Indonesia dilaksanakan melalui berbagai cara, yaitu tes tertulis (paper and pencil test), penilaian hasil kerja siswa melalui kumpulan hasil kerja (karya) siswa (portofolio), penilaian produk, penilaian proyek, dan penilaian unjuk kerja (performance) siswa. Berikut ini dikemukakan penjelasan penilaian pada masing-masing cara penilaian.
1.      Penilaian Tertulis
            Penilaian tertulis biasanya diadakan untuk waktu yang terbatas dan dalam kondisi tertentu. Dari berbagai alat penilaian tertulis, alat penilaian jawaban benar-salah, isian singkat, dan menjodohkan merupakan alat yang hanya menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Alat pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. Pilihan ganda mempunyai kelemahan, yaitu siswa tidak mengembangkan sendiri jawabannya tetapi cenderung hanya menerka jawaban yang benar. Hal ini menimbulkan kecenderungan siswa tidak belajar memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Alat penilaian ini kurang dianjurkan pemakainnya karena tidak menggambarkan kemampuan siswa yang sesungguhnya. Bentuk penilaian tertulis ini untuk kegiatan pembelajaran bahasa, hanya digunakan untuk menilai hal-hal yang terkait dengan pengetahuan bahasa. Hanya sedikit yang menggunakan bentuk ini, yang diajarkan dalam bahasa Indonesia ialah keterampilan berbahasa, sehingga bila yang ditanyakan hanya seputar kemampuan mengingat dan pemahaman, akan sia-sia. Kalaupun akan menggunakan bentuk ini, soal harus dibuat sedemikian rupa sehingga tetap yang diujikan mencakup kemampuan keterampilan.
2.      Penilaian Kinerja (Performance)
            Pada kurikulum tercantum banyak hasil belajar yang menggambarkan proses, kegiatan, atau unjuk kerja. Untuk menilai hasil belajar tersebut, dubutuhkan pengamatan terhadap siswa ketika melakukannya. Penilaian kinerja adalah penilaian berdasarkan hasil pengamatan penilai terhadap aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi. Penilaian dilakukan terhadap kinerja, tingkah laku, atau interaksi siwa. Cara penilaian ini lebih otentik daripada tes tertulis karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan sisiwa yang sebenarnya semakin sering guru mengamati unjuk kerja siswa, semakin terpercaya hasil penilaian kemampuan siswa. Penilaian dengan cara ini lebih tepat digunakan untuk menilai kemampuan siswa dalam berpidato, pembacaan puisi, diskusi, pemecahan masalah, partisipasi siswa dalam diskusi kelompok kecil, membaca nyaring, bermain drama, kemampuan bertanya, kemampuan berbicara lafal dan intonasi, dan proses mendengarkan atau menyimak. Penilaian kinerja, memerlukan alat penilaian. Alat ini harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat benar-benar menjaring kinerja yang dilakukan siswa. Berikut ini disajikan contoh alat penilaian kinerja berpidato. Petunjuk : Beri lingkaran pada angka yang sesuai untuk setiap kemampuan yang teramati pada waktu anak berpidato:
1 apabila tidak pernah
2 apabila jarang
3 apabila kadang-kadang
4 apabila siswa selalu melakukan
Contoh:
Nama  :
Kelas   :
ASPEK YANG DINILAI
DESKRIPTOR
SKALA NILAI
Ekspresi fisik
A. berdiri tegak melihat pada penonton
1
2
3
4

B. Mengubah ekspresi wajah sesuai
dengan perubahan pernyataan yang
disajikan
1
2
3
4
Ekspresi suara
A. Berbicara dengan kata-kata yang
jelas
1
2
3
4

Contoh alat penilaian kinerja bentuk cawang (ceklis) :
Petunjuk : Beri tanda cawang (V) di belakang huruf, bila kemampuan siswa teramati pada
waktu berpidato.
Nama :
Kelas :
1. Ekspresi Fisik
--------A. Berdiri tegak melihat pada penonton
--------B. Mengubah ekspresi wajah sesuai dengan perubahan pernyataan yang
ditekankan
--------C. Mata melihat kepada penonton
2. Ekspresi suara
-------- A. Berbicara dengan kata-kata yang jelas
-------- B. Nada suaranya berubah-ubah sesuai dengan pernyataan
-------- C. Berbicara cukup keras untuk didengar penonton
Dan seterusnya. (dapat ditambah aspek yang dianggap perlu)
Contoh alat penilaian memerankan drama:
Nama :
Kelas :
No.
Aspek yang Diamati
Skala Penilaian
Keterangan
3
2
1
1.
Kelancaran




2.
Penokohan




3.
Ekspresi




Jumlah













Deskriptor :
a)      Kelancaran
1)      3 bila kata dan kalimat diucapkan dengan lancar, sesuai dengan lafal dan intonasi naskah drama sehingga terdengar jelas
2)      1 bila kata dan kalimat diucapkan sesuai dengan lafal dan intonasi naskah drama, tetapi kurang lancar dan kurang jelas
3)      1 pengucapan kata dan kalimat tidak lancar dan tidak jelas sehingga naskah diucapkan tidak sesuai dengan lafal dan intonasi.
b)     Penokohan
1)      2 penokohan drama sesuai dengan karakter sehingga pembicaraan sangat cocok dan bermakna
2)      2 penampilan drama ada yang kurang sesuai dengan karakter namun tidak mengubah makna
3)      1 penampilan drama tidak sesuai dengan karakter sehingga banyak sekali penyimpangan antara tokoh
c)      Ekspresi (gerak-gerik dan mimik)
1)      3 ekspresi gerak-gerik dan mimik pelaku sangat serasi dengan isi drama sehingga pembicaraan hidup dan menarik
2)      2 ekspresi gerak-gerik dan mimik pelaku cukup serasi walau ada beberapa ketidakcocokan dengan isi drama
3)      1 banyak sekali ekspresi gerak-gerik dan mimik pelaku yang tidak sesuai (berlebihan atau sangat kurang) sehingga sangat mengurangi daya tarik penampilan drama
3.      Penilaian Produk (hasil kerja)
            Penilaian hasil kerja atau produk merupakan penilaian kepada siswa dalam mengontrol proses dan memanfaatkan/ menggunakan bahan untuk menghasilkan sesuatu kerja praktik yang dikerjakan siswa. Untuk pembelajaran bahasa, bentuk penilaian produk ini diantaranya membuat puisi, cerpen, dan sewaktu-waktu siswa harus membuat kelengkapan bermain peran, baju, topeng, atau properti lainnya. Atau siswa harus membuat alat peraga untuk pembelajaran membaca permulaan.
4.      Penilaian Portofolio
            Portofolio merupakan kumpulan hasil karya (hasil kerja) seorang siswa dalam satu periode tertentu. Kumpulan karya ini menggambarkan tarap kemampuan /kompetensi yang telah dicapai seorang siswa. Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar siswa. Perkembangan tersebut tidak dapat terlihat dari hasil pengujian. Kumpulan karya siswa itu merupakan refleksi perkembangan berbagai kompetensi Portofolio menurut Tierney dkk ( 1991:41) adalah Systematic collections by both students and teachers. Atau koleksi atau kumpulan sistematik karya yang dikembangkan oleh siswa dan guru. Karya yang dikumpulkan bisa berupa gambar, karangan, puisi, dan sebagainya. Kumpulan karya tersebut dapat dipakai sebagai dasar untuk menelaah usaha, perbaikan, proses, dan pencapaian kemampuan siswa. Melalui
refleksi terhadap koleksi-koleksi karya siswa, guru dan siswa dapat bekerjasama untuk menentukan kekuatan-kekuatan dan kemajuan-kemajuan siswa. Karya puisi, cerpen, ilustrasi puisi, kliping puisi atau cerpen, atau tulisan tegak bersambung siswa kelas rendah dapat dijadikan portofolio. Dengan portofolio, guru dan siswa secara kolaboratif dapat bekerja sama untuk meneliti dan melihat kelebihan atau keunggulan-keunggulan karya puisi atau cerepn siswa bahkan tulisan siswa selama satu semester. Apa kelebihan siswa dalam karangannya atau apa kekurangan siswa dalam karangan yang telah dibuatnya. Tujuan evaluasi pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia menurut Kosadi dkk.(1994) ialah sebagai berikut. (a) Memperoleh data tentang tingkat kecepatan dan ketepatan siswa menyerap informasi yang disampaikan, (b) Memperoleh data tentang taraf kemampuan dan keterampilan berbahasa dan bersastra setelah kegiatan belajar-mengajar, (c) Mengukur keampuhan dan ketepatan program pengajaran yang dilaksanakan (d) Memperoleh umpan balik (feed back) yang akan digunakan sebagai bahan untuk melakukan perubahan dan perbaiakan pada program berikutnya, (e) Memperoleh data yang akan digunakan sebagai pedoman pengelompokkan siswa sesuai dengan kemampuan dan keterampilan berbahasa, (f) Menentukan taraf, bakat, minat, dan perhatian siswa terhadap pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, (g) Menentukan jurusan/program yang sesuai dengan bakat dan kemampuan siswa berbahasa Indonesia, (h) Menentukan perlu tidaknya merencanakan dan melaksanakan pengajaran khusus/pengajaran ulang (remidial teaching), (i) Merupakan data laporan kepada pihak terkait (orang tua misalnya) melalui buku rapor dan menentukan naik/tidaknya atau lulus/tidaknya siswa pada suatu program pendidikan. Evaluasi aspek-aspek bahasa, maupun apresiasi sastra dapat dikemas dalam evaluasi keterampilan berbahasa. Misalnya mengevaluasi elemen ejaan, kosa kata, sintaksis, fofnologi, dan morfologi pada saat melakukan kegiatan menulis.
a.      Penilaian Kemampuan Mendengarkan/Menyimak
      Dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa di sekolah, khususnya Bahasa Indonesia, pembelajaran dan penialian mendengarkan/menyimak, kurang mendapat perhatian sebagaimana halnya keterampilan berbahasa yang lain. Belum tentu semua guru bahasa secara khusus mengajarkan menyimak atau melakukan khusus penilaian mendengarkan/menyimak. kepada siswanya dalam satu periode tertentu. Sesuai dengan namanya yaitu penilaian kemampuan mendengarkan/menyimak, atau lebih tepatnya komprehensi lisan, bahan tes yang diujikan disampaikan secara lisan dan diterima siswa melalui sarana pendengaran. Masalah yang segera muncul adalah sarana apa yang harus dipergunakan dan bagaimana cara menyampaikan penilaian yang efektif perlukah kita mempergunakan media rekaman atau langsung disampaikan (dibacakan) lisan oleh guru sewaktu tes itu berlangsung. Kemampuan menyimak diartikan sebagai kemampuan menangkap dan memahami bahasa lisan. Oleh karena itulah, bahan yang sesuai tentulah berupa wacana, berhubung sebuah wacana pastilah memuat informasi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan bahan (wacana) yang digunakan untuk bahan tes menyimak, yaitu sebagai berikut: 1) tingkat kesulitan wacaana, 2) isi cakupan wacana, dan 3) jenis-jenis wacana. Tingkat kesulitan wacana terutama untuk tes dapat dilihat dari faktor kosa kata dan struktur kalimat yang dipergunakan. Jika kosakata yang dipergunakan sulit, bermakna ganda, dan abstrak, jarang dipergunakan, ditambah lagi struktur kalimatnya juga kompleks, wacana tersebut termasuk wacana yang tinggi tingkat kesulitannya, Akan tetapi, jika kedua aspek kebahasaan tersebut sederhana, wacana itu pun akan sederhana pula. Jika hanya salah satu aspek saja yang sulit baik kosakata maupun struktur, wacana yang bersangkutan masih tergolong agak sulit. Isi dan cakupan wacana biasanya mempengaruhi tingkat kesulitan wacana. Jika isi dan cakupan itu sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa atau sesuai dengan bidang yang dipelajari, hal itu akan mempermudah wacana yang bersangkutan. Wacana yang diteskan hendaknya yang berisi hal-hal yang bersifat netral sehingga sangat memungkinkan adanya kesamaan pandangan terhadap isi masalah itu. Untuk kepentingan kepraktisan, diperlukan pembatasan panjang wacana yang diteskan dan dari segi validitas tes itu terpenuhi. Bentuk wacana yang sering dipergunakan dalam tes : (a) Pertanyaan atau pernyataan singkat , (b) dialog, (c) ceramah Berikut ini beberapa bentuk tes menyimak. 1) menuliskan kata baku yang disimakkan, 2) menuliskan kata yang mirip bunyi dan berbeda maknanya dalam kalimat. Contoh syarat sarat, 3) Pemahaman pernyataan atau pertanyaan, dan 4) Pemahaman wacana.
b.      Penilaian Kemampuan Berbicara
      Keterampilan berbicara mempunyai banyak kesamaan dengan keterampilan mengarang. Keduanya merupakan keterampilan produktif yang bersifat terpadu. Produktif, artinya pada waktu berbicara orang menggunakan bahasa untuk menghasilakan suatu  (pembicaraan). Disebut terpadu artinya, pembicaraan itu terjadi karena penggabungan sejumlah kemampuan yang menjadi komponen keterampilan berbicara. Komponen-komponen keterampilan berbicara yaitu:
1)      Penggunaan bahasa lisan, yang berfungsi sebagai media pembicaraan, meliputi kosakata, struktur bahasa, lafal dan intonasi, ragam bahasa, dan kesantunan bahasa, keruntutan, dan sebagainya.
2)      Penggunaan isi pembicaraan, yang tergantung pada apa yang menjadi topik pembicaraan.
3)      Penguasaan teknik dan penampilan berbicara, yang disesuaikan dengan situasi dan jenis pembicaraan, seperti bercakap-cakap, berpidato, berceritera dan sebagainya.
Penguasaan teknik dan penampilan ini penting sekali pada jenis-jenis berbicara formal, seperti berpidato, berceramah atau diskusi. Pada umumnya, tes berbicara bukan hanya ujian lisan, melainkan juga ujian penampilan, yakni ujian lisan/perbuatan/penampilan lain. Ini berarti bahwa yang dinilai bukan hanya hasil tetapi perbuatan berbicara, yakni pembicaraan itu. Untuk itu teknik ujian itu dibantu oleh teknik observasi (performance), pengujian mengamati (bukan hanya mendengar) bagaimana teruji (testee) berbicara. Ini berlaku pada ujian berbicara yang dilakukan secara langsung. (Nurgiantoro, 1988). Beberapa contoh bentuk tes berbicara menurut Nurgiantoro (1988) dapat dilakukan melalui bentuk sebagai berikut: 1) Pembicaraan Berdasarkan Gambar, 2) Wawancara, 3) bercerita, 4) berpidato, 5) berdiskusi. Contoh model Penilaian Wawancara:
1)      Tujuan Wawancara
2)      Komponen alat penilaian dan deskripsi kefasihan
      Di bawah ini contoh Format penilaian dengan wawancara. Komponen yang dinilai dipilih sesuai dengan indicator dan tjuan pembelajaran.




SKALA PENILAIAN
WAWANCARA

Nama :
Kelas :
Komponen yang dinilai
Skala Penilaian
Catatan
Skor
5
4
3
2
1
1. Tekanan
2. Kosa kata
3. Kelancaran
4. Pemahaman
5. Tatabahasa









     Pemberian tugas untuk bercerita kepada siswa juga merupakan salah satu cara untuk mengungkapkan kemampuan berbicara yang bersifat pragmatis. Untuk dapat bercerita, paling tidak ada dua hal yang dituntut untuk dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik dan unsur apa yang diceritakan, ketepatan, kelancaran dan kejelasan cerita akan menunjukkan kemampuan berbicara siswa. Di bawah ini contoh Format penilaian bercerita
SKALA PENILAIAN
BERCERITA
Nama :
Kelas :
Komponen yang dinilai
Skala Penilaian
Bobot
Skor
5
4
3
2
1
1.      Lafal dan intonasi
2.      Ketepatan susunan Kalimat
3.      Ketepatan Pilihan kata
4.      Kesesuaian gagasan dengan cerita
5.      Kejelasan cerita
6.      Kelancaran bercerita










     Dalam kaitannya dengan pembelajaran (tes) bahasa di sekolah tugas pidato dapat berwujud permainan simulasi. Misalnya siswa bersimulasi sebagai kepala sekolah pada upacara bendera, menyambut sumpah pemuda, sebagai ketua osis, atau mungkin sebagai pejabat negara. Di bawah ini contoh Format penilaian berpidato.
SKALA PENILAIAN
PIDATO
Nama:
Kelas :
Komponen yang dinilai
Skala Penilaian
Bobot
Skor
5
4
3
2
1
Bahasa Pidato
1. Lafal dan Intonasi
2. Pilihan Kata
3. Struktur Kata
4. Gaya Bahasa & Pragmatik

Isi Pidato
1. Hubungan isi dan Topik
2. Struktur Isi
3. Kuantitas Isi
4. Kualitas Isi

Penampilan
1. Gerak-gerik & Mimik
2. Hubungan dengan Pendengar
3. Volume Suara
4. Jalannya Pidato









Tugas berdiskusi baik dilakukan para siswa di sekolah dasar kelas tinggi. Para siswa tidak saja baik untuk mengukur kemampuan berbicara siswa, melainkan juga sebagai latihan beradu argumentasi. Dalam aktivitas itu siswa berlatih untuk mengungkapkan gagasan-gagasan, menanggapi gagasan-gagasan kawannya secara kritis dan mempertahankan gagasan sendiri dengan argumentasi secara logis dan dapat dipertanggungjawabkan. Di bawah ini contoh Format penilaian berdiskusi.
SKALA PENILAIAN
DISKUSI
Kelompok :
Anggota :
Komponen yang dinilai
Skala Penilaian
Bobot
Skor
5
4
3
2
1


1.      Kemerataan kesempatan bicara
2.      Kejelasan bahasa paparan
3.      Kebakuan bahasa paparan
4.      Kemampuan menghasilkan ide-ide baru
5.      Kemampuan menghasilkan kesimpulan
6.      Kesempatan dan penghargaan satu dengan lainnya
7.      Ketertiban tingkah laku
8.      Keterkendalian proses








c.       Penilaian Kemampuan Membaca
      Jenis membaca yang sering digunakan dalam pengajaran Bahasa Indonesia yaitu tes kecepatan efektif membaca. Kecepatan efektif membaca (KEM) menurut Ahmad Slamet H. (1997) adalah kecepatan yang dicapai pembaca berdasarkan rumus banyaknya jumlah kata dibagi panjangnya waktu yang diperlukan dan perosentase skor yang diperoleh. Kegiatan membaca merupakan aktivitas mental memahami apa yang dituturkan pihak lain melalui sarana tulisan. Jika dalam menyimak diperlukan pengetahuan tentang sistem bunyi bahasa yang bersangkutan, dalam kegiatan membaca diperlukan pengetahuan tentang sistem penulisan, khususnya menyangkut huruf dan ejaan.
      Pada hakikatnya huruf atau tulisan hanyalah lambang bunyi bahasa tertentu. Oleh sebab itu, dalam kegiatan membaca kita harus mengenali, bahwa lambang tulis itu mewakili bunyi tertentu yang mengandung makna yang tertentu pula. Tes membaca harus menyangkut kelancaran dan pemahaman sistem lambang bunyi dan pemahaman apa yang dibaca. Artinya, menilai membaca harus menyangkut proses membaca dan pemahaman. Penilaian yang berfokus pada proses (pada waktu siswa membaca) menyangkut hal-hal sebagai berikut. a. Tingkah laku dalam membaca, misalnya : a) membaca kata demi kata, b) membaca cepat tanpa memperhatikan tanda baca, c) membaca menggunakan telunjuk, d) mengulang kata, frasa, atau baris, e) menggerakkan kepala waktu membaca, f) bergumam dalam membaca, g) menghindari yang dianggap sulit, h) tidak dapat duduk dengan tenang waktu membaca, i) menggunakan suara yang terlalu pelan waktu membaca nyaring, dsb b. Kesulitan mengnalisis kata, misalnya : a) kata dan kebalikannya, b) huruf dan kebalikannya, c) sulit mengucapkan kata, d) salah mengucapkan huruf, e) sulit membedakan vokal, f) sulit mengingat kata, dan g) sulit membaca klaster. c. Kesulitan pemahaman, dapat berupa : a) tidak dapat mengingat detail isi, b) tidak dapat mengurutkan isi bacaan, c) tidak dapat meramalkan akhir bacaan, d) sulit menceritakan kembali, e) sulit menyimpulkan yang dibacanya, e) sulit mengidentifikasi ide pokok, f) tidak dapat menjawab pertanyaan yang terkait dengan kata atau ide yang ada dalam teks, dan sulit mengikuti petunjuk dalam membaca. Aktivitas proses dalam membaca tersebut dapat disusun dalam bentuk format untuk memudahkan peniliannya. Membaca nyaring berkaitan dengan kecepatan dan keakuratan siswa dalam membaca teks. Penyusunan tes membaca nyaring dapat ditempuh dengan cara : guru memilih bacaan dari buku teks yang telah ada. Panjang teks bacaan sesuai dengan kondisi siswa. Untuk kelas tinggi sekitar 200 kata. Kegiatan tes dilakukan dengan cara siswa disuruh membaca teks dengan keras dan guru mengidentifikasi kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam membaca. Penafsiran hasil dilakukan dengan cara : jumlah kata yang dibaca dengan benar dibagi dengan jumlah keseluruhan kata. Kesalahan atau anak yang berkesulitan membaca nyaring menurut Abdurrahman, 1999: 209) dapat dilihat dalam perilaku sebagai berikut: 1) menunjuk tiap kata yang sedang dibaca, 2) menulusuri tiap baris yang sedang dibaca dari kiri ke kanan dengan jari, 3) menggerakkan kepala bukan matanya, 4) menempatkan buku terlalu dekat dengan mata atau letaknya aneh, 5) membaca tanpa ekspresi, dan 6) Lafal, intonasi terdengar datar.
SKALA PENILAIAN MEMBACA NYARING
Kegiatan : Membaca nyaring (20-25 baris)
Kelas IV
Tanggal :
No.
Nama Siswa
Aspek yang dinilai
Nilai Membaca
1
2
3
4
5
1.
2.
Dst.







Kriteria yang digunakan penafsiran :
Benar 95% ke atas termasuk kategori level lancar
Benar 85%-95% termasuk kategori level cukup
Benar kurang dari 85% termasuk kategori level frustasi

Tes membaca pemahaman, mengukur kemampuan siswa dalam memperoleh makna dari barang cetak. Komponen memahami isi bacaan ini terdiri atas pemahaman literal (mengenal dan mengingat) , pemahaman inferensial, pemahaman evaluatif, dan pemahaman apresiatif (Rofiudin, 1996). Penyusunan tes pemahaman dapat dilakukan dengan mebaca teks. Sediakan pertanyaan bacaan 5-10 buah pertanyaan. Pertanyaan dapat mengacu pada pertanyaan literal, inferensial, evaluatif maupun pada apresiasi.
Teknik lain yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman ialah teknik klos. Teknik klos disusun dengan cara menghilangkan kata-kata dari suatu teks. Siswa harus mengisi bagian yang dikosongkan tersebut. Ada dua tes klos, yaitu tes klos yang disusun dengan cara menghilangkan katakata dalam bacaan dengan menggunakan kelipatan tertentu, misalnya kata ke-n. Kelipatan sekitar 5 sampai 15. Semakin kecil kelipatan yang digunakan, semakin sulit tes itu. Jika n = 5, maka setiap kata yang kelima dihilangkan. Tidak jadi masalah kata apa saja yang dihilangkan.
Teknik klos yang lain ialah teknik klos yang menghilangkan kata tertentu, misalnya kata benda, kata kerja, kata tugas, kata sifat atau gabungan dari beberapa kata tersebut. Jenis klos ini untuk mengetes kemampuan pemahaman siswa pada jenis kata tertentu. Prosedur penyekoran tes klos dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ketepatan kata dan ketepatan konteks. Ketepatan kata merupakan teknik penyekoran yang didasarkan pada kata-kata yang dihilangkan. Jika jawaban siswa tidak cocok dengan kunci jawaban dianggap salah. Teknik ini penyekorannya sangat sederhana. Kriteria penafsiran hasil dari jawaban betul dibagi jawaban ideal kali seratus. Penafsirannya bila benar 58% ke atas termasuk kategori level lancar. Bila benar 44%- 57% termasuk level cukup, bila bnar kurang dari 43% termasuk kategori level frustasi.
d.      Penilaian Kemampuan Menulis
      Pada mulanya kemampuan menulis merupakan kemampuan mengenal dan menuliskan lambang-lambang bunyi, menuliskan kata-kata dan melahirkan struktur kalimat. Tatapi, tahap demi tahap siswa diperkenalkan dan diuji cara menulis sebagai kemampuan yang komplit dan padu. Untuk menilai kemampuan menulis yang paling langsung tentulah dengan menyuruh siswa menulis, dalam arti kata bahwa kepada mereka diberikan tugas menulis sebuah karangan. Unsur-unsur yang menjadi bahan penilaian pengajaran menulis adalah sebagaimana yang ditulis oleh Suhendar, dkk (1997:17) sebagai berikut. (1) Isu karangan , merupakan gagasan atau ide pengarang yang dituangkan dalam keseluruhan karangan.Biasanya gagasan ini disebut juga topik atau tema. Yang menjadi penilaian adalah sejauh mana topik atau tema merupakan bahan permasalahan yang menarik. (2) Bentuk karangan, berupa surat, laporan, iklan, pengumuman, petunjuk, dan lain-lain. (3) Gramatika, perangkat kebahasaan yang harus sesuai dengan kaidah yang berlaku, serta memenuhi syarat sebagai bahasa tulis. (4) Ejaan, merupakan perngkat sistem yang mengatur mekanisme pemindahan bahasa lisan ke dalam bahasa tulis. Ketepatan ejaan meliputi (a) cara penulisan huruf, (b) cara penulisan kata, (c) cara penulisan unsur serapan, (d) pemakaian tanda baca. (5) Selain unsur yang sudah dijelaskan biasanya di sekolah dasar ditambah satu unsur yang umum, yaitu kerapian tulisan. Hal ini penting karena siswa sering menulis dengan keadaan kurang bersih, sering dihapus atau keretas tidak beresih.
      Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk menifestasi kemampuan berbahasa paling akhir dikuasi pembelajaran bahasa. Dibandingkan dengan tiga kemampuan berbahasa yang lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Hal itu disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi karangan. Baik unsur bahasa maupun unsur isi haruslah terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan karangan yang runtut dan padu.
      Jika dalam kegiatan berbicara orang harus menguasi lambang-lambang bunyi. Kegiatan menulis menghendaki orang untuk menguasai lambang atau simbol-simbol visual dan aturan tata tulis, khususnya yang menyangkut masalah ejaan. Unsur situasi dan paralinguistik yang sangat efektif membantu komunikasi dalam berbicara, tak dapat dimanfaatkan dalam menulis. Penilaian perkembangan kemampuan menulis siswa sekolah dasar dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai ragam teknik berikut.
1)      Tugas menyusun Alinea: Tes Objektif
            Walaupun tes kemampuan menulis yang lebih ideal itu adalah menyuruh siswa untuk menulis secara esai, hal itu tidak berarti bentuk objektif tidak dapat dilakukan. Tes bentuk objektif bahkan lebih memiliki sifat kepercayaan. Hal yang lebih esensial adalah tuntutan terhadap siswa untuk mempertimbangkan unsur bahasa (linguistik) dan isi (ekstralinguistik). Tes kemampuan menulis bentuk objektif mampu menuntut siswa mempertimbangkan unsur bahasa dan gagasan adalah tugas menyusun alinea berdasarkan kalimat-kalmiat yang disediakan menyusun kalimat acak menjadi paragraf yang runtut.
2)      Menulis Berdasarkan Rangsangan Visual
            Gambar sebagai rangsangan tugas menulis baik diberikan kepada siswa di sekolah dasar pada tahap awal, tetapi mereka telah mampu menghasilkan bahasa walau masih sederhana. Kompleksitas gambar dapat bervariasi tergantung kemampuan berbahasa pelajar. (Disajikan seperangkat gambar yang merupakan sebuah rangkaian cerita) Buatlah sebuah karangan berdasarkan gambar di atas yang panjangnya kurang lebih satu halaman. Jangan lupa memberi judul karangan dan menuliskan nama!
            Di bawah ini contoh format untuk menulis (tentu saja kalau akan digunakan tidak harus seluruh aspek digunakan satu kali, dapat dipilih yang sesuai dengan indikator yang diperlukan).

SKALA PENILAIAN KARANGAN
Komponen yang dinilai
Skala Penilaian
Bobot
Skor
5
4
3
2
1
Isi Karangan
1.      Gagasan
2.      Keaslian gagasan

Bahasa Penyajian
1.      Ketepatan susunan kalimat
2.      Ketepatan Pilihan kata
3.      Kesatuan dan kelancaran peralihan paragraf
4.      Kebenaran penerapan ejaan

Teknik penulisan
1.      Keteraturan ururtan gagasan
2.      Kerapihan rupa karangan
3.      Kaitan judul dengan isi










E.     TEKNIK DALAM EVALUASI BAHASA INDONESIA KELAS TINGGI
                        Untuk kepentingan evaluasi menulis Chimombo dalam Purwo (1991) memberikan teknik evaluasi berupa teknik evaluasi tingkat kalimat, teknik evaluasi tingkat paragraf, dan teknik tingkat komposisi.

1.      Teknik Tingkat Kalimat
Salah satu teknik yang digunakan ialah mengetik (walaupun dapat juga diketik dengan tangan) pada kertas terpisah, bahasan diambil dari pekerjaan siswa minggu sebelumnya. Didalam kalimat-kalimat itu terdapat kesalahan dari jenis yang dibuat oleh sebagian siswa. Misalnya, kalimat siswa yang diambil dari surat sahabat pena yang telah memintanya untuk menceritakan musim di negerinya sendiri dan membicarakan musim yang disukainya.
            Berdasarkan pengalaman, paling banyak lima atau enam kalimat dapat ditangani di kelas selama empat puluh menit. Oleh karena itu, kelas dibagi ke dalam empat kelompok, yang terdiri atas lima atau enam siswa. Untuk siswa dalam jumlah besar (sampai lima puluh anak) dua kelompok diberi tugas membahas kalimat yang sama, selalu memberikan hasil yang berlainan. Dengan cara ini, kebanyakan dari kesalahan itu dapat dibenahi, jika tidak oleh kelompok yang satu, tentu oleh kelompok yang lain. Segera, sesudah mencapai kesepakatan atas pembetulan yang terdapat pada kalimat yang dibahas per kelompok, siswa memilih seorang temannya menuliskan kalimat yang salah di sisi kiri papan tulis dan seorang temannya menuliskan kalimat yang betul di sebelah kanan.
            Langkah berikutnya ialah mengevaluasi bersama, di dalam diskusi kelas, versi pembetulan, karena sering terjadi bahwa masih ada satu atau dua kesalahan yang terabaikan. Biasannya, siswa menemukan persoalannya dan memperbaikannya. Akan tetapi, jarang terjadi bahwa semua persoalan dapat diperbaiki oleh dua kelompok yang membahas dua kalimat yang sama, dan sering kali tak seorang pun di kelas yang mampu memperbaiki persoalan tertentu. Guru dapat mengetahui persis butir tata bahasa yang manakah yang merupakan persoalan bagi siswanya, dan bagaiman menerangkannya.
            Langkah terakhir ialah memberi siswa waktu beberapa menit untuk kembali memeriksa pekerjaannya atau tidak, dan mereka diminta memeriksa apakah mereka membuat kesalahan yang sama yang dibuat oleh teman mereka, dan langsung membetulkannya kalau ada kesalahan.
            Pembetulan kesalahan seperti melalui teknik seperti ini akan lebih tertanamkan dibenak siswa dari pada melalui cara sebagaimana yang lazim dilakukan ole para guru, yakni menandai kesalahan siswa pada kertas pekerjaan mereka dengan warna merah, atau membahas scara umum kesalahan-kesalahan tersebut pada waktu mengembalikan pekerjaan tersebut.

2.      Teknik Tingkat Paragraf
            Teknik kedua yang digunakan, khususnya untuk menangani persoalan yang lebih luas, menyangkut wacana, ialah menyajikan kepada seluruh siswa sebuah paragraf lengkap yang disusun oleh seorang siswa. Jika ada paragraf yang pendek, dapat langsung dituliskan dipapan tulis, dan dibicarakan bersama di kelas.

3.      Teknik Tingkat Komposisi
            Untuk karangan siswa yang terdiri atas dua paragraf atau lebih, lebih baik karangan itu dibagikan dalam bentuk stensilan (apa adanya dengan kesalahan yang belum dikoreksi) kepada seluruh siswa. Selanjutnya bahasan ini diarahkan pada jenis tes. Secara garis besar jenis tes dapat dibedakan atas tes lisan, tes tertulis, dan tes perbuatan. Tes lisan lebih banyak menggunakan bentuk soal uraian sedangkan tes tertulis biasanya menggunakan tes objektif (pilihan ganda). Tes perbuatan biasanya digunakan untuk mengukur pelajaran yang bersifat keterampilan.
            Wibisana, dkk (1996) menyebutkan bahwa tes yang baik harus memenuhi enam syarat, yaitu validity, reliability, objectvity, discrimination, comprehensiveness, dan ease of administration and scoring. Tes dianggap sahih (valid) apabila tes tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Tes kosakata (vocabulary tes) dianggap tidak sahih kalau tes tersebut digunakan untuk mengukur pengetahuan tata bahasa, tes yang baik juga harus andal (reliable); artinya, harus akurat dan konsisten. Selain itu juga harus objektif, artinya tes harus fair bagi pengambil tes yang memang menguasai persoalan.
            Selain itu, Micheels dan Karnes berpendapat bahwa tes yang baik harus mampu memisahkan siswa yang pandai dan siswa yang bodoh (discrimination) dan materi tes harus mencakup bahan yang pernah diajarkan (comprehensivenees).tidak kalah pentingnya adalah syarat terakhir yaitu mudah dilaksanankan dan dinilai (easy of administration and scoring).
            Lado (1961) mengajukan lima kriteria untuk melihat tes bahasa, yaitu: (1) validity, (2) reliability, (3)scorability, (4) economy,dan  (5) administrability. Selanjutnya Harris (1969), tanpa mengurangi esensinya tetapi dalam pengelompokkan yang lebih sederhana bahwa tes yang baik memiliki tiga kualitas, yaitu (1) validity, (2) reliability, (3) practicality.
            Moulton (1961) dalam International Congress Of Linguisyics mengemukakan lima asumsi Metode Audiolingual yang menjadi terkenal hingga awal tahun tujuh puluhan sebagai slogan, yaitu: (1) bahasa adalah ujaran, dan bukan tulisan (2) bahasa adalah seperangkat kebiasaan (3) ajarkan bahasa, bukan tentang bahasa (4) bahasa  adalah apa yang diucapkan oleh penutur asli, bukan apa yang dianggap sebenarnya oleh orang itu (5) bahasa berbeda satu dengan yang lain. Metode ini mulai goyah dengan lahirnya Gramatika Transformasi dari Cromsky (1957) dan aliran psikologi kognitif. Menurut Cromsky, pemerolehan bahasa (language acquisition) tidak dapat di capai melalui pembentukan kebiasaan karena bahasa terlalu sulit untuk dipelajari dengan cara semacam itu apalagi dalam waktu yang singkat, proses belajar bahasa adalah proses pembentukan kaidah (rule formation process), bukan proses pembentukan kebiasaan (habit formation process). Ia berpendapat bahwa manusia memiliki apa yang disebut “innate capacity”, sesuatu kemampuan pada dirinya untuk memahami dan menciptakan ungkapan-ungkapan baru.

F.     ALAT PENILAIANUNTUK EVALUASI BAHASA INDONESIA KELAS TINGGI
1.      Alat Penilaian Tes
            Yaitu serangkaian pertanyaan atau tugas untuk mengukur percakapan tertulis dan perbuatan.
a.      Tes Menyimak
Bertujuan untuk menilai kemampuan siswa dalam memahami isi makna berupa identifikasi fonem, pola intonasi, atau pengertian isi wacana lisan. Tes yang dapat dilakukakn adalah simak ulang, melengkapi, dan menjawab pertanyaan dari wacana lisan.
b.      Tes Berbicara
Bertujuan untuk mengukur kemampuan berbahasa lisan anak dalam mengucapkan bunyi bahasa, menyampaikan ide, pikiran, atau perasaannya ketika berkomunikasi dengan orang lain. Bagi kelas-kelas awal, keterampilan yang diujikan masih sederhana.
Tes yang dapat digunakan adalah ulang ucap, uraian lisan, membuat atau menjawab pertanyaan dari suatu wacana, percakapan, diskusi, memberikan atau mendeskripsikan, dan reka cerita gambar.
c.       Tes Membaca
Bertujuan untuk menilai kemampuan siswa untuk mengenal. Merangkaikan huruf, dan membacanya menjadi satuan yang serta memahami maksudnya. Tes awal yang dapat dilakukan adalah :
1)      Membaca nyaring.
2)      Menjawab dan mengajukan pertanyaan dari wacana tulis.
3)      Mengisi wacana rumpang (klos).
      Untuk membuat tes dengan wacana rumpang atau tidak lengkap, guru hendaknya memperhatikan hal-hal berikut :
1)      Pilihan wacana baru, yang belum dibaca siswa.
2)      Wacana yang dibaca siswa tidak terlalu panjang.
3)      Informasi wacana sempurna.
4)      Biarkan kalimat pertama, kedua, dan terakhir utuh.
5)      Lakukan penghilangan kata pada kalimat kedua, sampai menjelang kalimat akhir.
d.      Tes Menulis
Bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa dalam melambangkan unsur-unsur bahasa dan keterampilannya menuangkan ide, gagasan, dan perasaannya secara tertulis. Tes yang dapat dilakukan yaitu :
1)      Menyalin kalimat dan wacana pendek.
2)      Menyusun kata-kata atau kalimat acak menjadi kalimat atau wacana yang baik.
3)      Membuat cerita gambar.
4)      Membuat gambar dan ceritanya.
5)      Merangkum karangan.
6)      Memparafrase.
7)      Menyusun karangan sederhana.
8)      Menyunting dan memperbaiki karangan.
9)      Menanggapi  secara tertulis suatu wacana.

2.      Alat Penilaian Nontes
            Yaitu alat penilaian selain tes. Teknik nontes ini dapat di laksanakan dengan observasi ,wawancara, dan portofolio. Penilaian nontes dapat dilakukan pengamatan/observasi. Pengamatan yaitu pengumpulan informasi dilakukan dengan mengamati dan mencatat perilaku siswa. Pengamat harus terencana dan terarah.
Pengamatan ini dapat dilakukan dengan cara :
a.       Catatan anekdot berisi paparan perilaku siswa.
b.      Daftar cek berisi nama-nama aspek yang ingin diselidiki sehingga harus disusun berdasarkan tujuan pengamatan itu sendiri.
c.       Konferensi atau wawancara yaitu pengumpulan informasi dengan sejumlah pertanyaan.
d.      Tugas yaitu pengumpulan informasi mengenai perkembangan dari kemajuan, tanggapan, serta sikap siswa melalui kumpulan hasil pekerjaan siswa.
e.       Portofolio yaitu pengumpulan informasi mengenai perkembangan dan kemajuan, tanggapan, serta sikap siswa melaluo kumpulan hasil pekerjaan siswa.

Prosedur penilaian, yaitu :
a.       Penilaian proses, yaitu penilaian yang dimaksud untuk memperoleh informasi atas hal-hal yang sedang terjadi dalam kegiatan pembelajaran.
b.       Penialain hasil, yaitu penilaian yang dimaksudkan untuk menentukan pencapaian atau hasil belajar siswa. Alat penilaian yang digunakan ialah tes dan non tes.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam penyusunan alat penilaian pembelajaran bahasa, yaitu :
a.      Kemampuan Siswa
      Tidak semua anak yang masuk di SD pernah mengalami masa pendidikan prasekolah atau taman kanak-kanak. Bagi anak seperti ini, pengenalan baca tulis secara formal baru dialami ketika masuk SD. Jenis penilaian dan tingkat kesukarannyapun harus disesuaikan dengan keadaan mereka.
b.      Komponen Pembelajaran Siswa
      Penilaian diarahkan kepada kemampuan dan kemajuan siswa atas beberapa atau semua aspek pembelajaran bahasa secara bersamaan dengan menggunakan satu alat penilaian tertentu.
c.       Hakikat Belajar Bahasa
      Belajar bahasa merupakan suatu proses individual yang berlangsung secara terus-menerus dan otentik. Individual maksudnya, penilaian hendaknya lebih menekankan kepada perbandingan kemajuan individu siswa dari waktu ke waktu. Bertahap artinya penilaian hendaknya dilakukan dengan memperhatikan kemampuan siswa yang diperoleh secara bertahap. Terus-menerus maksudnya penilaian diarahkan pada proses dan hasil, dan dilakukan sepanjang masa pembelajaran. Otentik artinya penilaian untuk belajar bahasa hendaknya disajikan dalam konteks kebahasaan yang wajar selaras dengan kenyataan berbahasa sehari-hari di dalam masyarakat.










BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Evaluasi adalah proses penilaian yang sistematis mencakup pemberian nilai, atribut, apresiasi, dan pengenalan permasalahan serta pemberian solusi-solusi atas permasalahan yang ditemukan.
Evaluasi Bahasa Indonesia di SD kelas tinggi meliputi bahasa lisan dan bahasa tulisan. Sebab di SD kelas tinggi siswa mulai memiliki kemampuan berbicara dan kemampuan berkarya sesuai umurnya.
Untuk itu dalam kepentingan evaluasi menulis terdapat beberapa teknik evaluasi berupa teknik evaluasi tingkat kalimat, teknik evaluasi tingkat paragraf, dan teknik evaluasi tingkat komposisi.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam evaluasi tentunya diperlukan alat penilaian. Alat penilaian dapat berupa tes maupun non tes. Alat penilaian tes dalam evaluasi Bahasa Indonesia meliputi tes menyimak, tes berbicara, tes membaca dan tes menulis.  Sedangkan untuk alat penilaian nontes dapat dilaksanakan dengan observasi, wawancara, dan portofolio.
Tujuan diadakannya evaluasi dalam Bahasa Indonesia adalah untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang atau topik tertentu, untuk menentukan kelayakan siswa lulus atau tidaknya. Selain tujuan, evaluasi juga memiliki fungsi, yaitu fungsi normatif, fungsi diagnostik, fingsi sumatif dan fungsi penempatan.

B.     SARAN
      Untuk mengevaluasi keberhasilan program pembelajaran tidak cukup hanya dengan menggunakan penilaian terhadap hasil belajar siswa sebagai produk dari sebuah proses pembelajaran. Kualitas suatu produk pembelajaran tidak terlepas dari proses pembelajaran itu sendiri. Evaluasi terhadap program pembelajaran yang disusun dan dilaksanakan guru sebaiknya menjangkau penilaian terhadap  desain pembelajaran yang meliputi kompetensi yang dikembangkan, strategi pembelajaran yang dipilih, dan isi program. Implementasi program pembelajaran atau kualitas pembelajaran. Dan juga hasil program pembelajaran.
      Dalam melakukan penilaian terhadap hasil program pembelajaran tidak hanya sebatas pada hasil jangka pendek atau output tetapi sebaliknya juga menjangkau outcome dari program pembelajaran. Saran kami adalah :
1.      Gunakan evaluasi sefektif mungkin supaya efektif dan efesian.
2.      Carilah evaluasi yang menarik bagi anak didik supaya anak didik merasa nyaman dan tidak terbebani.
3.      Jadikan evaluasi sebagai alat kontrol untuk kemajuan pendidikan.



























DAFTAR PUSTAKA

Kosadi hidayat dkk. 1996. “Evalusi pendidikan dan penerapannya dalam pengajaranbahasa Indonesia”. Alfabeta : Jakarta.
Sudijono, Anas. 1995. “Pengantar Evaluasi Pendidikan”.PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Tim Bahasa Indonesia. 2009. “Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah”. Medan : UNIMED.

Zahra Aisyahaz. 2011. Behaviour (online). http://aisyahaz-zahra.com/2011/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html, diunduh pada tanggal 13 September 2014, pukul 10.18 WIB.
Rizna Kyma. 2013. Evaluasi Pembelajaran Kemampuan Berbahasa. http://rizmakyma.blogspot.com/2013/01/evaluasi-pembelajaran-kemampuan-bahasa.html, diunduh pada tanggal 13 September 2014, pukul 10.20.
Ajeng Aprilia. 2012. Penilaian Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas Tinggi. http://www.slideshare.net/AjengAprillia/penilaian-pembelajaran-bahasa-indonesia-di-kelas-tinggi, diunduh pada tanggal 13 September 2014, pukul 10.25.


1 komentar: