BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Evaluasi merupakan salah satu komponen dalam kegiatan
belajar mengajar. Sebagai suatu komponen, maka evaluasi tidak dapat dipisahkan
dari komponen-kompenen yang lain. Artinya setiap kali kegiatan itu diselenggarakan
maka evaluasi juga diadakan.
Salah satu
faktor penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah proses pembelajaran yang
dilakukan, sedangkan salah satu faktor penting untuk efektifitas pembelajaran
adalah faktor evaluasi baik terhadap proses maupun hasil pembelajaran. Evaluasi
dapat mendorong siswa untuk giat belajar secara terus menerus dan juga
mendorong guru untuk lebih meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan juga
mendorong sekolah untuk lebih meningkatkan fasilitas dan kualitas manajemen sekolah.
Sehubungan
dengan hal tersebut, maka di dalam pembelajaran dibutuhkan guru yang tidak
hanya mampu mengajar dengan baik tetapi juga dapat melakukan evaluasi dengan
baik. Kegiatan evaluasi sebagai bagian dari program pembelajaran perlu lebih
dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya bertumpu pada penilaian hasil belajar tetapi
juga perlu penilaian terhadap input,
output, maupun kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Manfaat utama dari
evaluasi adalah meningkatkan kualitas pembelajaran dan selanjutnya akan terjadi
peningkatan kualitas pendidikan.
Penilaian
belajar bukan hanya bersifat kognitif saja, tetapi juga mencakup semua potensi
yang ada pada anak didik. Keberhasilan program pembelajaran selalu dilihat dari
aspek hasil belajar, sementara implementasi program pembelajaran di kelas atau
kualitas proses pembelajaran itu jarang tersentuh kegiatan penilaian.
Evaluasi mau
tidak mau menjadi hal yang penting dan sangat di butuhkan dalam proses belajar
mengajar, karena evaluasi dapat mengukur seberapa jauh kebehasilan anak didik
dalam menyerap materi yang di ajarkan, dengan evaluasi, maju dan
mundurnya kualitas pendidikan dapat di ketahui, dan dengan evaluasi pula, kita
dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk
berubah lebih baik kedepan.
Tanpa evaluasi,
kita tidak bisa mengetahui seberapa jauh keberhasilan siswa, dan tanpa evaluasi
pula kita tidak akan ada perubahan menjadi lebih baik,maka dari itu di makalah
ini akan coba dibahas.
Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan menjadikan pendidikan ke depan lebih
baik dan lebih maju dalam
menyongsong kemajuan zaman globalisasi.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud dengan evaluasi?
2.
Apa saja perbedaan dari evaluasi, pengukuran, dan
penilaian?
3.
Apa tujuan dan fungsi dari evaluasi Bahasa Indonesia
di kelas tinggi?
4.
Apa saja macam-macam evaluasi Bahasa Indonesia di
kelas tinggi?
5.
Teknik apa yang digunakan dalam evaluasi Bahasa
Indonesia kelas tinggi?
6.
Bagaimana alat penilaian yang digunakan untuk evaluasi
Bahasa Indonesia kelas tinggi?
C.
Tujuan
Tujuan
yang ingin dicapai dari rumusan masalah tersebut adalah :
1.
Menjelaskan pengertian tentang evaluasi.
2.
Menjelaskan perbedaan dari evaluasi, pengukuran, dan
penilaian.
3.
Menjelaskan tujuan dan fungsi dari evaluasi Bahasa
Indonesia di kelas tinggi.
4.
Menerangkan macam-macam evaluasi Bahasa Indonesia di
kelas tinggi.
5.
Menerangkan teknik yang digunakan dalam evaluasi Bahasa
Indonesia kelas tinggi.
6.
Menerangkan alat penilaian yang digunakan untuk
evaluasi Bahasa Indonesia kelas tinggi.
D.
Manfaat
Manfaat
yang dapat diambil dari rumusan masalah tersebut adalah :
1.
Mengerti pengertian tentang evaluasi.
2.
Mengerti perbedaan dari evaluasi, pengukuran, dan penilaian.
3.
Mengetahui tujuan dan fungsi dari evaluasi Bahasa
Indonesia di kelas tinggi.
4.
Mengetahui macam-macam evaluasi Bahasa Indonesia di
kelas tinggi.
5.
Mengetahui teknik yang digunakan dalam evaluasi Bahasa
Indonesia kelas tinggi.
6.
Mengerti alat penilaian yang digunakan untuk evaluasi
Bahasa Indonesia kelas tinggi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
EVALUASI
Menurut pengertian bahasa kata evaluasi
berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran
(John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Menurut
Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai the process of
delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision
alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan,
memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu
alternatif keputusan.
Evaluasi
bukan sekadar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan
merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, yang
jelas.
Evaluasi berkaitan erat dengan pengukuran dan penilaian yang pada
umumnya diartikan tidak berbeda (indifferent), walaupun pada hakekatnya berbeda
satu dengan yang lain. Pengukuran (measurement) adalah proses membandingkan
sesuatu melalui suatu kriteria baku (meter, kilogram, takaran dan sebagainya),
pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian adalah suatu proses
transformasi dari hasil pengukuran menjadi suatu nilai. Evaluasi secara
etimologi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang bertarti value,
yang secara secara harfiah dapat diartikan sebagai penilaian
Evaluasi adalah proses
penilaian yang sistematis mencakup pemberian nilai, atribut, apresiasi, dan
pengenalan permasalahan serta pemberian solusi-solusi atas permasalahan yang
ditemukan. Evaluasi bersifat analitik
dan kooperatif dengan obyek evaluasi (evaluatan), sedangkan audit lebih
menekankan pada pengujian-pengujian bukti dan independen terhadap obyek audit
(auditan). Keduanya tetap mengedepankan obyektivitas evaluator atau auditor.
Tidak ada satupun guru yang tidak ingin berhasil dalam
proses mengajar, tentunya semua guru sangat mengharapkan sekali keberhasilan
belajar mengajar itu, guru yang masa bodoh terhadap anak didiknya adalah cermin
kurang tanggung jawabnya seorang guru menjabat sebagai profesinya, guru yang
tidak mau tahu dengan perkembangan pendidikan anak didiknya adalah tanda guru
yang tidak peduli taerhadap tantangan zaman yang terus merongrong anak
didiknya.
Walaupun ada
terobosan baru metode belajar yang bagus, seperti yang di pelopori oleh bobby
de porter dalam quantum learningnya,
tetapi itu saja tidak cukup, metode yang bagus saja tidak cukup tanpa evaluasi,
maka evaluasi sangat di butuhkan sekali dalam pendidikan. Dalam sebuah
buku yang berjudul teknik evaluasi pendidikan karya M.chabib thoha, beliau
mengatakan bahwa
; Evaluasi berasal dari kata evaluation yang berarti suatu tindakan atau
suatu proses untuk menentukan nilai sesuatu, apakah sesuatu itu mempunyai nilai
atau tidak. Evaluasi pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk
mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa
dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitatif atau
kuantitatif sesuai dengan standar tertentu. Hasilnya
diperlukan untuk membuat berbagai putusan dalam bidang pendidikan dan
pengajaran.
Evaluasi atau penilaian dalam bidang pengajaran dapat
diartikan sebagai suatu proses untuk mengukur kadar pencapaian tujuan. Tuckman
(1975:12) mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui/menguji
apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai
dengan tujuan atau criteria yang telah ditentukan. Pengertian
evaluasi berkaitan erat dengan pengertian pengukuran (measurement).
Orang sering mencampuradukkan kedua pengertian ini. Untuk
dapat memberikan penilaian secara tepat, misalnya tentang kemampuan siswa
memahami teks argumentasi, pengajar memerlukan data-data tentang kemampuan
siswa dalam hal itu. Untuk mendapatkan data tersebut, misalnya skor, pengajar
memerlukan kegiatan yang disebut pengukuran. Jadi, pengukuran itu merupakan
proses mengukur yang berfungsi sebagai alat evaluasi. Ia berhubungan dengan
data-data kuantitatif saja misalnya berupa skor-skor siswa. Dari kegiatan
pengukuran ini proses evaluasi dimulai. Data kuantitatif yang didapat dari
pengukuran diubah menjadi pernyataan kualitatif yang berupa penilaian.
Misalnya, skor 40, 60, 80 dari hasil pengukuran dapat dinilai sebagai kurang
mampu, cukup mampu, dan sangat mampu.
B.
PERBEDAAN EVALUASI, PENILAIAN, DAN
PENGUKURAN
Untuk memahami pengertian evaluasi, pengukuran dan penilaian
kita dapat memahaminya lewat contoh berikut :
1. Apabila ada seseorang yang
memberikan kepada kita 2 pensil yang berbeda ukuran ,yang satu panjang dan yang
satu lebih pendek dan kita diminta untuk memilihnya, maka otomatis kita akan
cenderung memilih pensil yang panjang karena akan bisa lebih lama digunakan.
Kecuali memang ada kriteria lain sehingga kita memilih sebaliknya.
2. Peristiwa menjual dan membeli di
pasar. Kadang kala sebelum kita membeli durian di pasar, sering kali kita
membandingkan terlebih dahulu durian yang ada sebelum membelinya. Biasanya kita
akan mencium, melihat bentuknya, jenisnya ataupun tampak tangkai yang ada pada
durian tersebut untuk mengetahui durian manakah yang baik dan layak dibeli.
Dari
kedua contoh diatas maka dapat kita simpulkan bahwa kita selalu melakukan
penilaian sebelum menentukan pilihan untuk memilih suatu objek/benda. Pada
contoh pertama kita akan memilih pensil yang lebih panjang dari pada pensil
yang pendek karena pensil yang lebih panjang dapat kita gunakan lebih lama.
Sedangkan pada contoh yang kedua kita akan menentukan durian mana yang akan
kita beli berdasarkan bau, bentuk, jenis, ataupun tampak tangkai dari durian
yang dijual tersebut. Sehingga kita dapat memperkirakan mana durian yang manis.
Untuk
mengadakan penilaian, kita harus melakukan pengukuran terlebih dahulu. Dalam
contoh 1 diatas, jika kita mempunyai pengaris, maka untuk menentukan pensil
mana yang lebih panjang maka kita akan mengukur kedua pensil tersebut dengan
menggunakan pengaris kemudian kita akan melakukan penilaian dengan
membandingkan ukuran panjang dari masing-masing penggaris sehingga pada
akhirnya kita dapat mengatakan bahwa “Yang ini panjang” dan “Yang ini pendek”
lalu yang panjanglah yang kita ambil.
Dalam
contoh yang ke 2, kita memilih durian yang terbaik lewat bau, tampak tangkai,
maupun jenisnya. Hal itu juga diawali dengan proses pengukuran dimana kita
membanding-bandingkan beberapa durian yang ada sekalipun tidak menggunakan alat
ukur yang paten tetapi berdasarkan pengalaman. Barulah kita melakukan penilaian
mana durian yang terbaik berdasarkan ukuran yang kita tetapkan yang akan
dibeli.
Dari
hal ini kita dapat mengetahui bahwa dalam proses penilaian kita menggunakan 3
ukuran, yakni ukuran baku (meter, kilogram, takaran, dan sebagainya), ukuran
tidak baku (depa, jengkal, langkah, dan sebagainya) dan ukuran perkiraan yakni
berdasarkan pengalaman.
Langkah-langkah
mengukur kemudian menilai sesuatu sebelum kita mengambilnya itulah yang dinamakan
mengadakan evaluasi yakni mengukur dan menilai. Kita tidak dapat mengadakan
evaluasi sebelum melakukan aktivitas mengukur dan menilai.
Berdasarkan
contoh diatas dapat kita simpulkan pengertian pengukuran, penilaian, dan
evaluasi sebagai berikut :
a. Pengukuran adalah kegiatan
membandingkan sesuatu dengan ukuran tertentu dan bersifat kuantitatif.
b. Penilaian adalah kegiatan mengambil
keputusan untuk menentukan sesuatu berdasarkan kriteria baik buruk dan bersifat
kualitatif. Sedangkan
c. Evaluasi adalah kegiatan yang
meliputi pengukuran dan penilaian
1.
Evaluasi dalam Pendidikan
Secara harafiah evaluasi berasal
dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M.
Echols dan Hasan Shadily: 1983). Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan
evaluasi sebagai “The process of delineating, obtaining, and providing useful
information for judging decision alternatives”. Artinya evaluasi merupakan
proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk
merumuskan suatu alternatif keputusan.
Evaluasi menurut Kumano (2001)
merupakan penilaian terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen.
Sementara itu menurut Calongesi (1995) evaluasi adalah suatu keputusan tentang
nilai berdasarkan hasil pengukuran. Sejalan dengan pengertian tersebut, Zainul
dan Nasution (2001) menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu
proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh
melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun
non tes.
Secara garis besar dapat dikatakan
bahwa evaluasi adalah pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu. Selain dari
itu, evaluasi juga dapat dipandang sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan
menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat
alternatif-alternatif keputusan. Dengan demikian, Evaluasi merupakan suatu
proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai
sejauhmana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa (Purwanto, 2002).
Arikunto (2003) mengungkapkan bahwa
evaluasi adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan
program pendidikan. Tayibnapis (2000) dalam hal ini lebih meninjau pengertian
evaluasi program dalam konteks tujuan yaitu sebagai proses menilai sampai sejauhmana
tujuan pendidikan dapat dicapai.
Berdasarkan tujuannya, terdapat
pengertian evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi formatif dinyatakan
sebagai upaya untuk memperoleh feedback perbaikan program, sementara itu
evaluasi sumatif merupakan upaya menilai manfaat program dan mengambil
keputusan (Lehman, 1990).
2.
Penilaian Dalam Pendidikan
Penilaian (assessment) adalah
penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh
informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian
kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan
tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.Hasil
penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan
nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses
pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Penilaian hasil belajar pada
dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui
hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana
pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana
tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai.
Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan
pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.
3.
Pengukuran dalam pendidikan
Pengukuran adalah penentuan besaran,
dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu standar atau satuan
pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuantitas fisik, tetapi juga
dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa dibayangkan,
seperti tingkat ketidakpastian, atau kepercayaan konsumen.
Pengukuran
adalah proses pemberian angka-angka atau label kepada unit analisis untuk
merepresentasikan atribut-atribut konsep. Proses ini seharusnya cukup
dimengerti orang walau misalnya definisinya tidak dimengerti. Hal ini karena
antara lain kita sering kali melakukan pengukuran.
Menurut Cangelosi (1995) yang
dimaksud dengan pengukuran (Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data
melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan
tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan
membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka,
mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera mereka seperti
melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan. Menurut Zainul dan
Nasution (2001) pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu: 1)
penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau formula
tertentu.
Measurement (pengukuran) merupakan
proses yang mendeskripsikan performance siswa dengan menggunakan suatu skala
kuantitatif (system angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari
performance siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka (Alwasilah et
al.1996). Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat yang menyatakan bahwa
pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut atau karakter
tertentu yang dimiliki oleh seseorang, atau suatu obyek tertentu yang mengacu
pada aturan dan formulasi yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus
disepakati secara umum oleh para ahli (Zainul & Nasution, 2001). Dengan demikian, pengukuran dalam bidang
pendidikan berarti mengukur atribut atau karakteristik peserta didik tertentu.
Dalam hal ini yang diukur bukan peserta didik tersebut, akan tetapi
karakteristik atau atributnya. Senada dengan pendapat tersebut, Secara lebih
ringkas, Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran
(measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran
tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
4.
Perbedaan Evaluasi, Penilaian dan
Pengukuran
Berdasarkan pengertian di atas dapat
kita simpulkan bahwa penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan
dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar
baik yang menggunakan tes maupun nontes. Pengukuran adalah membandingkan hasil
tes dengan standar yang ditetapkan. Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan
menilai adalah kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil
pengukuran atau membanding-bandingkan dan tidak sampai ke taraf pengambilan
keputusan.Penilaian bersifat kualitatif.
Agar lebih jelas perbedaannya maka
perlu dispesifikasi lagi untuk pengertian masing-masing :
a.
Evaluasi
pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai,
kriteria-judgment atau tindakan dalam pembelajaran.
b.
Penilaian
dalam pembelajaran adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi
secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari
pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program
kegiatan belajar.
c.
Pengukuran
atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan
kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif,
bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Dalam dunia pendidikan,
yang dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah
proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris.
C.
TUJUAN DAN
FUNGSI EVALUASI
Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang
harus dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan
penilaian, guru akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat
khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik.
Evaluasi pendidikan memberikan manfaat baik bagi siswa atau peserta
pendidikan, pengajar maupun manajemen. Dengan adanya evaluasi, peserta didik
dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah digapai selama mengikuti
pendidikan. Pada kondisi dimana siswa mendapatkan nilai yang
mernuaskan maka akan memberikan dampak berupa suatu stimulus, motivator agar
siswa dapat lebih meningkatkan prestasi.
Pada kondisi dimana hasil yang dicapai tidak mernuaskan
maka siswa akan berusaha memperbaiki kegiatan belajar, namun demikian sangat
diperlukan pemberian stimulus positif dari guru/pengajar agar siswa tidak putus
asa. Dari sisi pendidik, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik
untuk menetapkan upaya upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
Ada beberapa
tujuan dan atau fungsi penilaian dalam pengajaran di sekolah, yaitu :
1. Untuk
mengetahui apakah tujuan-tujuan pengajaran yang telah ditetapkan telah tercapai
dalam kegiatan pembelajaran.
2. Untuk
memberikan objektivitas pengamatan kita terhadap perilaku hasil belajar siswa.
3. Untuk mengetahu
kemampuan siswa dalam bidang/topik tertentu.
4. Untuk menentukan
kelayakan siswa, misalnya naik kelas, lulus.
5. Untuk
memberikan umpan balik bagi kegiatan pembelajaranyang dilakukan.
Evaluasi memiliki beberapa fungsi yaitu
;
1.
Fungsi normatif, yaitu berfungsi untuk
perbaikan sistem pembelajaran.
2.
Fungsi diagnostik, yaitu untuk
mengetahui faktor kesulitan siswa dalam proses pembelajaran.
3.
Fungsi sumatif, yaitu berfungsi untuk
mengetahui tingkat kemampuan peserta didik
4.
Fungsi penempatan
Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah
mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran
yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh
mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau
sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat
dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan
pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.
Dalam konteks pelaksanaan pendidikan, evaluasi memiliki
beberapa tujuan, antara lain sebagai berikut:
a.
Untuk mengetahui kemajuan
belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b.
Untuk mengetahui efektivitas metode
pembelajaran.
c.
Untuk mengetahui kedudukan siswa dalam
kelompoknya.
Selain fungsi di atas, penilaian juga
dapat berfungsi sebagai alat seleksi, penempatan, dan diagnostik, guna
mengetahui keberhasilan suatu proses dan hasil pembelajaran. Penjelasan
dari setiap fungsi tersebut adalah:
a. Fungsi
Diagnostik. Evaluasi diagnostik berfungsi atau dilaksanakan untuk
mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami peserta didik, menentukan
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan belajar, dan menetapkan
cara mengatasi kesulitan belajar tersebut.
b. Fungsi
Penempatan. Evaluasi berfungsi atau dilaksanakan untuk keperluan
penempatan agar setiap orang (peserta pendidikan) mengikuti pendidikan pada
jenis dan/atau jenjang pendidikan yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya
masing-masing.
c.
Fungsi seleksi. Evaluasi
berfungsi atau dilaksanakan untuk keperluan seleksi, yaitu menyeleksi calon
peserta suatu lembaga pendidikan/kursus berdasarkan kriteria tertentu.
D.
MACAM-MACAM EVALUASI BAHASA
INDONESIA DI KELAS TINGGI
Penilaian
pembelajaran bahasa Indonesia dilaksanakan melalui berbagai cara, yaitu tes
tertulis (paper and pencil test), penilaian hasil kerja siswa melalui kumpulan
hasil kerja (karya) siswa (portofolio), penilaian produk, penilaian proyek, dan
penilaian unjuk kerja (performance) siswa. Berikut ini dikemukakan penjelasan
penilaian pada masing-masing cara penilaian.
1.
Penilaian
Tertulis
Penilaian
tertulis biasanya diadakan untuk waktu yang terbatas dan dalam kondisi tertentu.
Dari berbagai alat penilaian tertulis, alat penilaian jawaban benar-salah,
isian singkat, dan menjodohkan merupakan alat yang hanya menilai kemampuan
berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Alat pilihan ganda
dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. Pilihan ganda
mempunyai kelemahan, yaitu siswa tidak mengembangkan sendiri jawabannya tetapi
cenderung hanya menerka jawaban yang benar. Hal ini menimbulkan kecenderungan
siswa tidak belajar memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya.
Alat penilaian ini kurang dianjurkan pemakainnya karena tidak menggambarkan kemampuan
siswa yang sesungguhnya. Bentuk penilaian tertulis ini untuk kegiatan
pembelajaran bahasa, hanya digunakan untuk menilai hal-hal yang terkait dengan
pengetahuan bahasa. Hanya sedikit yang menggunakan bentuk ini, yang diajarkan
dalam bahasa Indonesia ialah keterampilan berbahasa, sehingga bila yang
ditanyakan hanya seputar kemampuan mengingat dan pemahaman, akan sia-sia.
Kalaupun akan menggunakan bentuk ini, soal harus dibuat sedemikian rupa
sehingga tetap yang diujikan mencakup kemampuan keterampilan.
2.
Penilaian
Kinerja (Performance)
Pada
kurikulum tercantum banyak hasil belajar yang menggambarkan proses, kegiatan,
atau unjuk kerja. Untuk menilai hasil belajar tersebut, dubutuhkan pengamatan terhadap
siswa ketika melakukannya. Penilaian kinerja adalah penilaian berdasarkan hasil
pengamatan penilai terhadap aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi. Penilaian
dilakukan terhadap kinerja, tingkah laku, atau interaksi siwa. Cara penilaian
ini lebih otentik daripada tes tertulis karena apa yang dinilai lebih
mencerminkan kemampuan sisiwa yang sebenarnya semakin sering guru mengamati
unjuk kerja siswa, semakin terpercaya hasil penilaian kemampuan siswa. Penilaian
dengan cara ini lebih tepat digunakan untuk menilai kemampuan siswa dalam
berpidato, pembacaan puisi, diskusi, pemecahan masalah, partisipasi siswa dalam
diskusi kelompok kecil, membaca nyaring, bermain drama, kemampuan bertanya, kemampuan
berbicara lafal dan intonasi, dan proses mendengarkan atau menyimak. Penilaian
kinerja, memerlukan alat penilaian. Alat ini harus disusun sedemikian rupa sehingga
dapat benar-benar menjaring kinerja yang dilakukan siswa. Berikut ini disajikan
contoh alat penilaian kinerja berpidato. Petunjuk : Beri lingkaran pada angka
yang sesuai untuk setiap kemampuan yang teramati pada waktu anak berpidato:
1 apabila tidak pernah
2 apabila jarang
3 apabila kadang-kadang
4 apabila siswa selalu melakukan
Contoh:
Nama :
Kelas :
ASPEK
YANG DINILAI
|
DESKRIPTOR
|
SKALA NILAI
|
|||
Ekspresi fisik
|
A.
berdiri tegak melihat pada penonton
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
B.
Mengubah ekspresi wajah sesuai
dengan
perubahan pernyataan yang
disajikan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
Ekspresi suara
|
A.
Berbicara dengan kata-kata yang
jelas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
Contoh alat penilaian
kinerja bentuk cawang (ceklis) :
Petunjuk : Beri tanda
cawang (V) di belakang huruf, bila kemampuan siswa teramati pada
waktu berpidato.
Nama
:
Kelas
:
1. Ekspresi Fisik
--------A. Berdiri
tegak melihat pada penonton
--------B. Mengubah
ekspresi wajah sesuai dengan perubahan pernyataan yang
ditekankan
--------C. Mata melihat
kepada penonton
2. Ekspresi suara
-------- A. Berbicara
dengan kata-kata yang jelas
-------- B. Nada
suaranya berubah-ubah sesuai dengan pernyataan
-------- C. Berbicara
cukup keras untuk didengar penonton
Dan seterusnya. (dapat
ditambah aspek yang dianggap perlu)
Contoh alat penilaian
memerankan drama:
Nama
:
Kelas
:
No.
|
Aspek
yang Diamati
|
Skala
Penilaian
|
Keterangan
|
||
3
|
2
|
1
|
|||
1.
|
Kelancaran
|
|
|
|
|
2.
|
Penokohan
|
|
|
|
|
3.
|
Ekspresi
|
|
|
|
|
Jumlah
|
|
|
|
|
Deskriptor :
a)
Kelancaran
1) 3
bila kata dan kalimat diucapkan dengan lancar, sesuai dengan lafal dan intonasi
naskah drama sehingga terdengar jelas
2) 1
bila kata dan kalimat diucapkan sesuai dengan lafal dan intonasi naskah drama, tetapi
kurang lancar dan kurang jelas
3) 1
pengucapan kata dan kalimat tidak lancar dan tidak jelas sehingga naskah diucapkan
tidak sesuai dengan lafal dan intonasi.
b)
Penokohan
1) 2
penokohan drama sesuai dengan karakter sehingga pembicaraan sangat cocok dan bermakna
2) 2
penampilan drama ada yang kurang sesuai dengan karakter namun tidak mengubah
makna
3) 1
penampilan drama tidak sesuai dengan karakter sehingga banyak sekali penyimpangan
antara tokoh
c) Ekspresi
(gerak-gerik dan mimik)
1)
3 ekspresi gerak-gerik dan mimik pelaku
sangat serasi dengan isi drama sehingga pembicaraan hidup dan menarik
2)
2 ekspresi gerak-gerik dan mimik pelaku
cukup serasi walau ada beberapa ketidakcocokan dengan isi drama
3)
1 banyak sekali ekspresi gerak-gerik dan
mimik pelaku yang tidak sesuai (berlebihan atau sangat kurang) sehingga sangat
mengurangi daya tarik penampilan drama
3.
Penilaian
Produk (hasil kerja)
Penilaian hasil kerja
atau produk merupakan penilaian kepada siswa dalam mengontrol proses dan
memanfaatkan/ menggunakan bahan untuk menghasilkan sesuatu kerja praktik yang
dikerjakan siswa. Untuk pembelajaran bahasa, bentuk penilaian produk ini
diantaranya membuat puisi, cerpen, dan sewaktu-waktu siswa harus membuat kelengkapan
bermain peran, baju, topeng, atau properti lainnya. Atau siswa harus membuat
alat peraga untuk pembelajaran membaca permulaan.
4. Penilaian Portofolio
Portofolio merupakan
kumpulan hasil karya (hasil kerja) seorang siswa dalam satu periode tertentu.
Kumpulan karya ini menggambarkan tarap kemampuan /kompetensi yang telah dicapai
seorang siswa. Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan
belajar siswa. Perkembangan tersebut tidak dapat terlihat dari hasil pengujian.
Kumpulan karya siswa itu merupakan refleksi perkembangan berbagai kompetensi Portofolio
menurut Tierney dkk ( 1991:41) adalah “ Systematic
collections by both students and teachers.” Atau koleksi atau kumpulan sistematik karya
yang dikembangkan oleh siswa dan guru. Karya yang dikumpulkan bisa berupa
gambar, karangan, puisi, dan sebagainya. Kumpulan karya tersebut dapat dipakai
sebagai dasar untuk menelaah usaha, perbaikan, proses, dan pencapaian kemampuan
siswa. Melalui
refleksi terhadap
koleksi-koleksi karya siswa, guru dan siswa dapat bekerjasama untuk menentukan
kekuatan-kekuatan dan kemajuan-kemajuan siswa. Karya puisi, cerpen, ilustrasi
puisi, kliping puisi atau cerpen, atau tulisan tegak bersambung siswa kelas
rendah dapat dijadikan portofolio. Dengan portofolio, guru dan siswa secara
kolaboratif dapat bekerja sama untuk meneliti dan melihat kelebihan atau keunggulan-keunggulan
karya puisi atau cerepn siswa bahkan tulisan siswa selama satu semester. Apa
kelebihan siswa dalam karangannya atau apa kekurangan siswa dalam karangan yang
telah dibuatnya. Tujuan evaluasi pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia menurut
Kosadi dkk.(1994) ialah sebagai berikut. (a) Memperoleh data tentang tingkat
kecepatan dan ketepatan siswa menyerap informasi yang disampaikan, (b)
Memperoleh data tentang taraf kemampuan dan keterampilan berbahasa dan
bersastra setelah kegiatan belajar-mengajar, (c) Mengukur keampuhan dan
ketepatan program pengajaran yang dilaksanakan (d) Memperoleh umpan balik (feed
back) yang akan digunakan sebagai bahan untuk melakukan perubahan dan
perbaiakan pada program berikutnya, (e) Memperoleh data yang akan digunakan
sebagai pedoman pengelompokkan siswa sesuai dengan kemampuan dan keterampilan
berbahasa, (f) Menentukan taraf, bakat, minat, dan perhatian siswa terhadap
pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, (g) Menentukan jurusan/program yang
sesuai dengan bakat dan kemampuan siswa berbahasa Indonesia, (h) Menentukan perlu
tidaknya merencanakan dan melaksanakan pengajaran khusus/pengajaran ulang
(remidial teaching), (i) Merupakan data laporan kepada pihak terkait (orang tua
misalnya) melalui buku rapor dan menentukan naik/tidaknya atau lulus/tidaknya
siswa pada suatu program pendidikan. Evaluasi aspek-aspek bahasa, maupun
apresiasi sastra dapat dikemas dalam evaluasi keterampilan berbahasa. Misalnya
mengevaluasi elemen ejaan, kosa kata, sintaksis, fofnologi, dan morfologi pada
saat melakukan kegiatan menulis.
a.
Penilaian Kemampuan
Mendengarkan/Menyimak
Dalam pelaksanaan
pembelajaran bahasa di sekolah, khususnya Bahasa Indonesia, pembelajaran dan
penialian mendengarkan/menyimak, kurang mendapat perhatian sebagaimana halnya
keterampilan berbahasa yang lain. Belum tentu semua guru bahasa secara khusus
mengajarkan menyimak atau melakukan khusus penilaian mendengarkan/menyimak.
kepada siswanya dalam satu periode tertentu. Sesuai dengan namanya yaitu
penilaian kemampuan mendengarkan/menyimak, atau lebih tepatnya komprehensi lisan,
bahan tes yang diujikan disampaikan secara lisan dan diterima siswa melalui
sarana pendengaran. Masalah yang segera muncul adalah sarana apa yang harus
dipergunakan dan bagaimana cara menyampaikan penilaian yang efektif perlukah
kita mempergunakan media rekaman atau langsung disampaikan (dibacakan) lisan
oleh guru sewaktu tes itu berlangsung. Kemampuan menyimak diartikan sebagai
kemampuan menangkap dan memahami bahasa lisan. Oleh karena itulah, bahan yang
sesuai tentulah berupa wacana, berhubung sebuah wacana pastilah memuat
informasi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan bahan
(wacana) yang digunakan untuk bahan tes menyimak, yaitu sebagai berikut: 1)
tingkat kesulitan wacaana, 2) isi cakupan wacana, dan 3) jenis-jenis wacana. Tingkat
kesulitan wacana terutama untuk tes dapat dilihat dari faktor kosa kata dan
struktur kalimat yang dipergunakan. Jika kosakata yang dipergunakan sulit, bermakna
ganda, dan abstrak, jarang dipergunakan, ditambah lagi struktur kalimatnya juga
kompleks, wacana tersebut termasuk wacana yang tinggi tingkat kesulitannya,
Akan tetapi, jika kedua aspek kebahasaan tersebut sederhana, wacana itu pun
akan sederhana pula. Jika hanya salah satu aspek saja yang sulit baik kosakata
maupun struktur, wacana yang bersangkutan masih tergolong agak sulit. Isi dan
cakupan wacana biasanya mempengaruhi tingkat kesulitan wacana. Jika isi dan
cakupan itu sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa atau sesuai dengan bidang yang
dipelajari, hal itu akan mempermudah wacana yang bersangkutan. Wacana yang
diteskan hendaknya yang berisi hal-hal yang bersifat netral sehingga sangat
memungkinkan adanya kesamaan pandangan terhadap isi masalah itu. Untuk
kepentingan kepraktisan, diperlukan pembatasan panjang wacana yang diteskan dan
dari segi validitas tes itu terpenuhi. Bentuk wacana yang sering dipergunakan
dalam tes : (a) Pertanyaan atau pernyataan singkat , (b) dialog, (c) ceramah Berikut
ini beberapa bentuk tes menyimak. 1) menuliskan kata baku yang disimakkan, 2)
menuliskan kata yang mirip bunyi dan berbeda maknanya dalam kalimat. Contoh
syarat – sarat, 3)
Pemahaman pernyataan atau pertanyaan, dan 4) Pemahaman wacana.
b.
Penilaian Kemampuan Berbicara
Keterampilan berbicara
mempunyai banyak kesamaan dengan keterampilan mengarang. Keduanya merupakan
keterampilan produktif yang bersifat terpadu. Produktif, artinya pada
waktu berbicara orang menggunakan bahasa untuk menghasilakan suatu (pembicaraan). Disebut terpadu artinya,
pembicaraan itu terjadi karena penggabungan sejumlah kemampuan yang menjadi
komponen keterampilan berbicara. Komponen-komponen keterampilan
berbicara yaitu:
1) Penggunaan
bahasa lisan, yang berfungsi sebagai media pembicaraan, meliputi kosakata, struktur
bahasa, lafal dan intonasi, ragam bahasa, dan kesantunan bahasa, keruntutan,
dan sebagainya.
2) Penggunaan
isi pembicaraan, yang tergantung pada apa yang menjadi topik pembicaraan.
3) Penguasaan
teknik dan penampilan berbicara, yang disesuaikan dengan situasi dan jenis
pembicaraan, seperti bercakap-cakap, berpidato, berceritera dan sebagainya.
Penguasaan teknik dan penampilan ini
penting sekali pada jenis-jenis berbicara formal, seperti berpidato, berceramah
atau diskusi. Pada umumnya, tes berbicara bukan hanya ujian lisan, melainkan
juga ujian penampilan, yakni ujian lisan/perbuatan/penampilan lain. Ini berarti
bahwa yang dinilai bukan hanya hasil tetapi perbuatan berbicara, yakni
pembicaraan itu. Untuk itu teknik ujian itu dibantu oleh teknik observasi
(performance), pengujian mengamati (bukan hanya mendengar) bagaimana teruji
(testee) berbicara. Ini berlaku pada ujian berbicara yang dilakukan secara
langsung. (Nurgiantoro, 1988). Beberapa contoh bentuk tes berbicara menurut
Nurgiantoro (1988) dapat dilakukan melalui bentuk sebagai berikut: 1)
Pembicaraan Berdasarkan Gambar, 2) Wawancara, 3) bercerita, 4) berpidato, 5)
berdiskusi. Contoh model Penilaian Wawancara:
1) Tujuan
Wawancara
2) Komponen
alat penilaian dan deskripsi kefasihan
Di bawah ini contoh Format penilaian dengan wawancara. Komponen
yang dinilai dipilih sesuai dengan indicator dan tjuan pembelajaran.
SKALA
PENILAIAN
WAWANCARA
Nama :
Kelas :
Komponen yang
dinilai
|
Skala
Penilaian
|
Catatan
|
Skor
|
||||
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
|||
1.
Tekanan
2.
Kosa kata
3.
Kelancaran
4.
Pemahaman
5.
Tatabahasa
|
|
|
|
|
|
|
|
Pemberian tugas untuk bercerita kepada siswa juga merupakan
salah satu cara untuk mengungkapkan kemampuan berbicara yang bersifat
pragmatis. Untuk dapat bercerita, paling tidak ada dua hal yang dituntut untuk
dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik dan unsur apa yang diceritakan,
ketepatan, kelancaran dan kejelasan cerita akan menunjukkan kemampuan berbicara
siswa. Di bawah ini contoh Format penilaian bercerita
SKALA PENILAIAN
BERCERITA
Nama :
Kelas :
Komponen
yang dinilai
|
Skala
Penilaian
|
Bobot
|
Skor
|
||||
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
|||
1. Lafal
dan intonasi
2. Ketepatan
susunan Kalimat
3. Ketepatan
Pilihan kata
4. Kesesuaian
gagasan dengan cerita
5. Kejelasan
cerita
6. Kelancaran
bercerita
|
|
|
|
|
|
|
|
Dalam kaitannya dengan pembelajaran (tes) bahasa di sekolah
tugas pidato dapat berwujud permainan simulasi. Misalnya siswa bersimulasi
sebagai kepala sekolah pada upacara bendera, menyambut sumpah pemuda, sebagai
ketua osis, atau mungkin sebagai pejabat negara. Di bawah ini contoh Format
penilaian berpidato.
SKALA
PENILAIAN
PIDATO
Nama:
Kelas :
Komponen
yang dinilai
|
Skala
Penilaian
|
Bobot
|
Skor
|
||||
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
|||
Bahasa
Pidato
1.
Lafal dan Intonasi
2.
Pilihan Kata
3.
Struktur Kata
4.
Gaya Bahasa & Pragmatik
Isi
Pidato
1.
Hubungan isi dan Topik
2.
Struktur Isi
3.
Kuantitas Isi
4.
Kualitas Isi
Penampilan
1.
Gerak-gerik & Mimik
2.
Hubungan dengan Pendengar
3.
Volume Suara
4.
Jalannya Pidato
|
|
|
|
|
|
|
|
Tugas berdiskusi baik
dilakukan para siswa di sekolah dasar kelas tinggi. Para siswa tidak saja baik
untuk mengukur kemampuan berbicara siswa, melainkan juga sebagai latihan beradu
argumentasi. Dalam aktivitas itu siswa berlatih untuk mengungkapkan
gagasan-gagasan, menanggapi gagasan-gagasan kawannya secara kritis dan
mempertahankan gagasan sendiri dengan argumentasi secara logis dan dapat dipertanggungjawabkan.
Di bawah ini contoh Format penilaian berdiskusi.
SKALA
PENILAIAN
DISKUSI
Kelompok :
Anggota :
Komponen
yang dinilai
|
Skala
Penilaian
|
Bobot
|
Skor
|
||||
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
|
|
|
1. Kemerataan
kesempatan bicara
2. Kejelasan
bahasa paparan
3. Kebakuan
bahasa paparan
4. Kemampuan
menghasilkan ide-ide baru
5. Kemampuan
menghasilkan kesimpulan
6. Kesempatan
dan penghargaan satu dengan lainnya
7. Ketertiban
tingkah laku
8. Keterkendalian
proses
|
|
|
|
|
|
|
|
c. Penilaian
Kemampuan Membaca
Jenis membaca yang
sering digunakan dalam pengajaran Bahasa Indonesia yaitu tes kecepatan
efektif membaca. Kecepatan efektif membaca (KEM) menurut Ahmad Slamet H.
(1997) adalah kecepatan yang dicapai pembaca berdasarkan rumus banyaknya jumlah
kata dibagi panjangnya waktu yang diperlukan dan perosentase skor yang diperoleh.
Kegiatan membaca merupakan aktivitas mental memahami apa yang dituturkan
pihak lain melalui sarana tulisan. Jika dalam menyimak diperlukan
pengetahuan tentang sistem bunyi bahasa yang bersangkutan, dalam
kegiatan membaca diperlukan pengetahuan tentang sistem penulisan,
khususnya menyangkut huruf dan ejaan.
Pada hakikatnya huruf atau tulisan
hanyalah lambang bunyi bahasa tertentu. Oleh sebab itu, dalam kegiatan
membaca kita harus mengenali, bahwa lambang tulis itu mewakili bunyi tertentu
yang mengandung makna yang tertentu pula. Tes membaca harus menyangkut
kelancaran dan pemahaman sistem lambang bunyi dan pemahaman apa yang
dibaca. Artinya, menilai membaca harus menyangkut proses membaca dan
pemahaman. Penilaian yang berfokus pada proses (pada waktu siswa
membaca) menyangkut hal-hal sebagai berikut. a. Tingkah laku
dalam membaca, misalnya : a) membaca kata demi kata, b) membaca cepat
tanpa memperhatikan tanda baca, c) membaca menggunakan telunjuk, d)
mengulang kata, frasa, atau baris, e) menggerakkan kepala waktu membaca,
f) bergumam dalam membaca, g) menghindari yang dianggap sulit, h) tidak
dapat duduk dengan tenang waktu membaca, i) menggunakan suara yang
terlalu pelan waktu membaca nyaring, dsb b. Kesulitan mengnalisis kata,
misalnya : a) kata dan kebalikannya, b) huruf dan kebalikannya, c) sulit
mengucapkan kata, d) salah mengucapkan huruf, e) sulit membedakan vokal,
f) sulit mengingat kata, dan g) sulit membaca klaster. c. Kesulitan
pemahaman, dapat berupa : a) tidak dapat mengingat detail isi, b) tidak
dapat mengurutkan isi bacaan, c) tidak dapat meramalkan akhir bacaan, d)
sulit menceritakan kembali, e) sulit menyimpulkan yang dibacanya, e) sulit mengidentifikasi
ide pokok, f) tidak dapat menjawab pertanyaan yang terkait dengan kata
atau ide yang ada dalam teks, dan sulit mengikuti petunjuk dalam membaca.
Aktivitas proses dalam membaca tersebut dapat disusun dalam bentuk format untuk
memudahkan peniliannya. Membaca nyaring berkaitan dengan kecepatan dan
keakuratan siswa dalam membaca teks. Penyusunan tes membaca nyaring
dapat ditempuh dengan cara : guru memilih bacaan dari buku teks yang
telah ada. Panjang teks bacaan sesuai dengan kondisi siswa. Untuk kelas
tinggi sekitar 200 kata. Kegiatan tes dilakukan dengan cara siswa disuruh
membaca teks dengan keras dan guru mengidentifikasi kesalahan-kesalahan yang
dilakukan siswa dalam membaca. Penafsiran hasil dilakukan dengan cara :
jumlah kata yang dibaca dengan benar dibagi dengan jumlah keseluruhan
kata. Kesalahan atau anak yang berkesulitan membaca nyaring menurut
Abdurrahman, 1999: 209) dapat dilihat dalam perilaku sebagai berikut: 1)
menunjuk tiap kata yang sedang dibaca, 2) menulusuri tiap baris yang
sedang dibaca dari kiri ke kanan dengan jari, 3) menggerakkan kepala
bukan matanya, 4) menempatkan buku terlalu dekat dengan mata atau
letaknya aneh, 5) membaca tanpa ekspresi, dan 6) Lafal, intonasi terdengar datar.
SKALA
PENILAIAN MEMBACA NYARING
Kegiatan
: Membaca nyaring (20-25 baris)
Kelas
IV
Tanggal
:
No.
|
Nama
Siswa
|
Aspek
yang dinilai
|
Nilai
Membaca
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
1.
2.
Dst.
|
|
|
|
|
|
|
|
Kriteria
yang digunakan penafsiran :
Benar
95% ke atas termasuk kategori level lancar
Benar
85%-95% termasuk kategori level cukup
Benar
kurang dari 85% termasuk kategori level frustasi
Tes
membaca pemahaman, mengukur kemampuan siswa dalam memperoleh makna dari barang
cetak. Komponen memahami isi bacaan ini terdiri atas pemahaman literal
(mengenal dan mengingat) , pemahaman inferensial, pemahaman evaluatif, dan pemahaman
apresiatif (Rofiudin, 1996). Penyusunan tes pemahaman dapat dilakukan dengan
mebaca teks. Sediakan pertanyaan bacaan 5-10 buah pertanyaan. Pertanyaan dapat
mengacu pada pertanyaan literal, inferensial, evaluatif maupun pada apresiasi.
Teknik
lain yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman ialah
teknik klos. Teknik klos disusun dengan cara menghilangkan kata-kata dari suatu
teks. Siswa harus mengisi bagian yang dikosongkan tersebut. Ada dua tes klos,
yaitu tes klos yang disusun dengan cara menghilangkan katakata dalam bacaan
dengan menggunakan kelipatan tertentu, misalnya kata ke-n. Kelipatan sekitar 5
sampai 15. Semakin kecil kelipatan yang digunakan, semakin sulit tes itu. Jika
n = 5, maka setiap kata yang kelima dihilangkan. Tidak jadi masalah kata apa saja
yang dihilangkan.
Teknik
klos yang lain ialah teknik klos yang menghilangkan kata tertentu, misalnya
kata benda, kata kerja, kata tugas, kata sifat atau gabungan dari beberapa kata
tersebut. Jenis klos ini untuk mengetes kemampuan pemahaman siswa pada jenis
kata tertentu. Prosedur penyekoran tes klos dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
ketepatan kata dan ketepatan konteks. Ketepatan kata merupakan teknik
penyekoran yang didasarkan pada kata-kata yang dihilangkan. Jika jawaban siswa
tidak cocok dengan kunci jawaban dianggap salah. Teknik ini penyekorannya
sangat sederhana. Kriteria penafsiran hasil dari jawaban betul dibagi jawaban
ideal kali seratus. Penafsirannya bila benar 58% ke atas termasuk kategori
level lancar. Bila benar 44%- 57% termasuk level cukup, bila bnar kurang dari
43% termasuk kategori level frustasi.
d.
Penilaian Kemampuan Menulis
Pada mulanya kemampuan
menulis merupakan kemampuan mengenal dan menuliskan lambang-lambang bunyi,
menuliskan kata-kata dan melahirkan struktur kalimat. Tatapi, tahap demi tahap
siswa diperkenalkan dan diuji cara menulis sebagai kemampuan yang komplit dan
padu. Untuk menilai kemampuan menulis yang paling langsung tentulah dengan
menyuruh siswa menulis, dalam arti kata bahwa kepada mereka diberikan tugas
menulis sebuah karangan. Unsur-unsur yang menjadi bahan penilaian pengajaran
menulis adalah sebagaimana yang ditulis oleh Suhendar, dkk (1997:17) sebagai
berikut. (1) Isu karangan , merupakan gagasan atau ide pengarang yang
dituangkan dalam keseluruhan karangan.Biasanya gagasan ini disebut juga topik
atau tema. Yang menjadi penilaian adalah sejauh mana topik atau tema merupakan bahan
permasalahan yang menarik. (2) Bentuk karangan, berupa surat, laporan, iklan,
pengumuman, petunjuk, dan lain-lain. (3) Gramatika, perangkat kebahasaan yang
harus sesuai dengan kaidah yang berlaku, serta memenuhi syarat sebagai bahasa
tulis. (4) Ejaan, merupakan perngkat sistem yang mengatur mekanisme pemindahan
bahasa lisan ke dalam bahasa tulis. Ketepatan ejaan meliputi (a) cara penulisan
huruf, (b) cara penulisan kata, (c) cara penulisan unsur serapan, (d) pemakaian
tanda baca. (5) Selain unsur yang sudah dijelaskan biasanya di sekolah dasar
ditambah satu unsur yang umum, yaitu kerapian tulisan. Hal ini penting karena
siswa sering menulis dengan keadaan kurang bersih, sering dihapus atau keretas
tidak beresih.
Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk
menifestasi kemampuan berbahasa paling akhir dikuasi pembelajaran bahasa.
Dibandingkan dengan tiga kemampuan berbahasa yang lain, kemampuan menulis lebih
sulit dikuasai bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Hal
itu disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur
kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi karangan.
Baik unsur bahasa maupun unsur isi haruslah terjalin sedemikian rupa sehingga
menghasilkan karangan yang runtut dan padu.
Jika dalam kegiatan berbicara orang harus
menguasi lambang-lambang bunyi. Kegiatan menulis menghendaki orang untuk
menguasai lambang atau simbol-simbol visual dan aturan tata tulis, khususnya
yang menyangkut masalah ejaan. Unsur situasi dan paralinguistik yang sangat
efektif membantu komunikasi dalam berbicara, tak dapat dimanfaatkan dalam
menulis. Penilaian perkembangan kemampuan menulis siswa sekolah dasar dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai ragam teknik berikut.
1)
Tugas menyusun Alinea: Tes Objektif
Walaupun tes
kemampuan menulis yang lebih ideal itu adalah menyuruh siswa untuk menulis
secara esai, hal itu tidak berarti bentuk objektif tidak dapat dilakukan. Tes bentuk
objektif bahkan lebih memiliki sifat kepercayaan. Hal yang lebih esensial
adalah tuntutan terhadap siswa untuk mempertimbangkan unsur bahasa (linguistik)
dan isi (ekstralinguistik). Tes kemampuan menulis bentuk objektif mampu menuntut
siswa mempertimbangkan unsur bahasa dan gagasan adalah tugas menyusun alinea
berdasarkan kalimat-kalmiat yang disediakan menyusun kalimat acak menjadi
paragraf yang runtut.
2)
Menulis Berdasarkan Rangsangan
Visual
Gambar sebagai
rangsangan tugas menulis baik diberikan kepada siswa di sekolah dasar
pada tahap awal, tetapi mereka telah mampu menghasilkan bahasa walau masih sederhana.
Kompleksitas gambar dapat bervariasi tergantung kemampuan berbahasa pelajar.
(Disajikan seperangkat gambar yang merupakan sebuah rangkaian cerita) Buatlah
sebuah karangan berdasarkan gambar di atas yang panjangnya kurang lebih satu
halaman. Jangan lupa memberi judul karangan dan menuliskan nama!
Di bawah ini contoh format untuk
menulis (tentu saja kalau akan digunakan tidak harus seluruh aspek digunakan
satu kali, dapat dipilih yang sesuai dengan indikator yang diperlukan).
SKALA
PENILAIAN KARANGAN
Komponen
yang dinilai
|
Skala
Penilaian
|
Bobot
|
Skor
|
||||
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
|||
Isi
Karangan
1. Gagasan
2. Keaslian
gagasan
Bahasa
Penyajian
1. Ketepatan
susunan kalimat
2. Ketepatan
Pilihan kata
3. Kesatuan
dan kelancaran peralihan paragraf
4. Kebenaran
penerapan ejaan
Teknik
penulisan
1. Keteraturan
ururtan gagasan
2. Kerapihan
rupa karangan
3. Kaitan
judul dengan isi
|
|
|
|
|
|
|
|
E.
TEKNIK DALAM
EVALUASI BAHASA INDONESIA KELAS TINGGI
Untuk kepentingan evaluasi menulis Chimombo dalam
Purwo (1991) memberikan teknik evaluasi berupa teknik evaluasi tingkat kalimat,
teknik evaluasi tingkat paragraf, dan teknik tingkat komposisi.
1.
Teknik Tingkat Kalimat
Salah satu teknik yang digunakan
ialah mengetik (walaupun dapat juga diketik dengan tangan) pada kertas
terpisah, bahasan diambil dari pekerjaan siswa minggu sebelumnya. Didalam
kalimat-kalimat itu terdapat kesalahan dari jenis yang dibuat oleh sebagian
siswa. Misalnya, kalimat siswa yang diambil dari surat sahabat pena yang telah
memintanya untuk menceritakan musim di negerinya sendiri dan membicarakan musim
yang disukainya.
Berdasarkan
pengalaman, paling banyak lima atau enam kalimat dapat ditangani di kelas
selama empat puluh menit. Oleh karena itu, kelas dibagi ke dalam empat
kelompok, yang terdiri atas lima atau enam siswa. Untuk siswa dalam jumlah
besar (sampai lima puluh anak) dua kelompok diberi tugas membahas kalimat yang
sama, selalu memberikan hasil yang berlainan. Dengan cara ini, kebanyakan dari
kesalahan itu dapat dibenahi, jika tidak oleh kelompok yang satu, tentu oleh
kelompok yang lain. Segera, sesudah mencapai kesepakatan atas pembetulan yang
terdapat pada kalimat yang dibahas per kelompok, siswa memilih seorang temannya
menuliskan kalimat yang salah di sisi kiri papan tulis dan seorang temannya
menuliskan kalimat yang betul di sebelah kanan.
Langkah
berikutnya ialah mengevaluasi bersama, di dalam diskusi kelas, versi
pembetulan, karena sering terjadi bahwa masih ada satu atau dua kesalahan yang
terabaikan. Biasannya, siswa menemukan persoalannya dan memperbaikannya. Akan
tetapi, jarang terjadi bahwa semua persoalan dapat diperbaiki oleh dua kelompok
yang membahas dua kalimat yang sama, dan sering kali tak seorang pun di kelas
yang mampu memperbaiki persoalan tertentu. Guru dapat mengetahui persis butir
tata bahasa yang manakah yang merupakan persoalan bagi siswanya, dan bagaiman
menerangkannya.
Langkah
terakhir ialah memberi siswa waktu beberapa menit untuk kembali memeriksa
pekerjaannya atau tidak, dan mereka diminta memeriksa apakah mereka membuat
kesalahan yang sama yang dibuat oleh teman mereka, dan langsung membetulkannya
kalau ada kesalahan.
Pembetulan
kesalahan seperti melalui teknik seperti ini akan lebih tertanamkan dibenak
siswa dari pada melalui cara sebagaimana yang lazim dilakukan ole para guru,
yakni menandai kesalahan siswa pada kertas pekerjaan mereka dengan warna merah,
atau membahas scara umum kesalahan-kesalahan tersebut pada waktu mengembalikan
pekerjaan tersebut.
2.
Teknik Tingkat Paragraf
Teknik
kedua yang digunakan, khususnya untuk menangani persoalan yang lebih luas,
menyangkut wacana, ialah menyajikan kepada seluruh siswa sebuah paragraf
lengkap yang disusun oleh seorang siswa. Jika ada paragraf yang pendek, dapat
langsung dituliskan dipapan tulis, dan dibicarakan bersama di kelas.
3.
Teknik Tingkat Komposisi
Untuk
karangan siswa yang terdiri atas dua paragraf atau lebih, lebih baik karangan
itu dibagikan dalam bentuk stensilan (apa adanya dengan kesalahan yang belum
dikoreksi) kepada seluruh siswa. Selanjutnya bahasan ini diarahkan pada jenis
tes. Secara garis besar jenis tes dapat dibedakan atas tes lisan, tes tertulis,
dan tes perbuatan. Tes lisan lebih banyak menggunakan bentuk soal uraian
sedangkan tes tertulis biasanya menggunakan tes objektif (pilihan ganda). Tes
perbuatan biasanya digunakan untuk mengukur pelajaran yang bersifat
keterampilan.
Wibisana,
dkk (1996) menyebutkan bahwa tes yang baik harus memenuhi enam syarat, yaitu validity,
reliability, objectvity, discrimination, comprehensiveness, dan ease of
administration and scoring. Tes dianggap sahih (valid) apabila tes
tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Tes kosakata (vocabulary tes) dianggap
tidak sahih kalau tes tersebut digunakan untuk mengukur pengetahuan tata
bahasa, tes yang baik juga harus andal (reliable); artinya, harus akurat
dan konsisten. Selain itu juga harus objektif, artinya tes harus fair bagi
pengambil tes yang memang menguasai persoalan.
Selain
itu, Micheels dan Karnes berpendapat bahwa tes yang baik harus mampu memisahkan
siswa yang pandai dan siswa yang bodoh (discrimination) dan materi tes
harus mencakup bahan yang pernah diajarkan (comprehensivenees).tidak
kalah pentingnya adalah syarat terakhir yaitu mudah dilaksanankan dan dinilai (easy
of administration and scoring).
Lado
(1961) mengajukan lima kriteria untuk melihat tes bahasa, yaitu: (1)
validity, (2) reliability, (3)scorability, (4) economy,dan (5)
administrability. Selanjutnya Harris (1969), tanpa mengurangi esensinya
tetapi dalam pengelompokkan yang lebih sederhana bahwa tes yang baik memiliki
tiga kualitas, yaitu (1) validity, (2) reliability, (3) practicality.
Moulton
(1961) dalam International Congress Of Linguisyics mengemukakan lima
asumsi Metode Audiolingual yang menjadi terkenal hingga awal tahun tujuh
puluhan sebagai slogan, yaitu: (1) bahasa adalah ujaran, dan bukan tulisan (2)
bahasa adalah seperangkat kebiasaan (3) ajarkan bahasa, bukan tentang bahasa
(4) bahasa adalah apa yang diucapkan
oleh penutur asli, bukan apa yang dianggap sebenarnya oleh orang itu (5) bahasa
berbeda satu dengan yang lain. Metode ini mulai goyah dengan lahirnya Gramatika
Transformasi dari Cromsky (1957) dan aliran psikologi kognitif. Menurut Cromsky,
pemerolehan bahasa (language acquisition) tidak dapat di capai melalui
pembentukan kebiasaan karena bahasa terlalu sulit untuk dipelajari dengan cara
semacam itu apalagi dalam waktu yang singkat, proses belajar bahasa adalah
proses pembentukan kaidah (rule formation process), bukan proses
pembentukan kebiasaan (habit formation process). Ia berpendapat bahwa
manusia memiliki apa yang disebut “innate capacity”, sesuatu kemampuan pada
dirinya untuk memahami dan menciptakan ungkapan-ungkapan baru.
F.
ALAT
PENILAIANUNTUK EVALUASI BAHASA INDONESIA KELAS TINGGI
1.
Alat Penilaian
Tes
Yaitu
serangkaian pertanyaan atau tugas untuk mengukur percakapan tertulis dan
perbuatan.
a. Tes Menyimak
Bertujuan untuk
menilai kemampuan siswa dalam memahami isi makna berupa identifikasi fonem,
pola intonasi, atau pengertian isi wacana lisan. Tes yang dapat dilakukakn
adalah simak ulang, melengkapi, dan menjawab pertanyaan dari wacana lisan.
b. Tes Berbicara
Bertujuan untuk
mengukur kemampuan berbahasa lisan anak dalam mengucapkan bunyi bahasa,
menyampaikan ide, pikiran, atau perasaannya ketika berkomunikasi dengan orang
lain. Bagi kelas-kelas awal, keterampilan yang diujikan masih sederhana.
Tes yang dapat
digunakan adalah ulang ucap, uraian lisan, membuat atau menjawab pertanyaan
dari suatu wacana, percakapan, diskusi, memberikan atau mendeskripsikan, dan
reka cerita gambar.
c. Tes Membaca
Bertujuan untuk
menilai kemampuan siswa untuk mengenal. Merangkaikan huruf, dan membacanya
menjadi satuan yang serta memahami maksudnya. Tes awal yang dapat dilakukan
adalah :
1) Membaca
nyaring.
2) Menjawab dan
mengajukan pertanyaan dari wacana tulis.
3) Mengisi wacana
rumpang (klos).
Untuk membuat
tes dengan wacana rumpang atau tidak lengkap, guru hendaknya memperhatikan
hal-hal berikut :
1)
Pilihan wacana baru, yang belum dibaca
siswa.
2)
Wacana yang dibaca siswa tidak terlalu
panjang.
3)
Informasi wacana sempurna.
4)
Biarkan kalimat pertama, kedua, dan
terakhir utuh.
5)
Lakukan penghilangan kata pada kalimat
kedua, sampai menjelang kalimat akhir.
d. Tes Menulis
Bertujuan untuk
mengukur kemampuan siswa dalam melambangkan unsur-unsur bahasa dan
keterampilannya menuangkan ide, gagasan, dan perasaannya secara tertulis. Tes
yang dapat dilakukan yaitu :
1)
Menyalin kalimat dan wacana pendek.
2)
Menyusun kata-kata atau kalimat acak menjadi
kalimat atau wacana yang baik.
3)
Membuat cerita gambar.
4)
Membuat gambar dan ceritanya.
5)
Merangkum karangan.
6)
Memparafrase.
7)
Menyusun karangan sederhana.
8)
Menyunting dan memperbaiki karangan.
9)
Menanggapi secara tertulis suatu
wacana.
2.
Alat Penilaian
Nontes
Yaitu alat
penilaian selain tes. Teknik nontes ini dapat di laksanakan dengan observasi
,wawancara, dan portofolio. Penilaian nontes dapat dilakukan
pengamatan/observasi. Pengamatan yaitu pengumpulan informasi dilakukan dengan
mengamati dan mencatat perilaku siswa. Pengamat harus terencana dan terarah.
Pengamatan ini dapat dilakukan dengan cara :
a.
Catatan anekdot berisi paparan perilaku
siswa.
b.
Daftar cek berisi nama-nama aspek yang
ingin diselidiki sehingga harus disusun berdasarkan tujuan pengamatan itu sendiri.
c.
Konferensi atau wawancara yaitu
pengumpulan informasi dengan sejumlah pertanyaan.
d.
Tugas yaitu pengumpulan informasi
mengenai perkembangan dari kemajuan, tanggapan, serta sikap siswa melalui
kumpulan hasil pekerjaan siswa.
e.
Portofolio yaitu pengumpulan informasi
mengenai perkembangan dan kemajuan, tanggapan, serta sikap siswa melaluo
kumpulan hasil pekerjaan siswa.
Prosedur penilaian, yaitu :
a.
Penilaian proses, yaitu penilaian yang
dimaksud untuk memperoleh informasi atas hal-hal yang sedang terjadi dalam
kegiatan pembelajaran.
b.
Penialain hasil, yaitu penilaian yang
dimaksudkan untuk menentukan pencapaian atau hasil belajar siswa. Alat
penilaian yang digunakan ialah tes dan non tes.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam penyusunan
alat penilaian pembelajaran bahasa, yaitu :
a.
Kemampuan Siswa
Tidak semua
anak yang masuk di SD pernah mengalami masa pendidikan prasekolah atau taman
kanak-kanak. Bagi anak seperti ini, pengenalan baca tulis secara formal baru
dialami ketika masuk SD. Jenis penilaian dan tingkat kesukarannyapun harus
disesuaikan dengan keadaan mereka.
b.
Komponen
Pembelajaran Siswa
Penilaian
diarahkan kepada kemampuan dan kemajuan siswa atas beberapa atau semua aspek
pembelajaran bahasa secara bersamaan dengan menggunakan satu alat penilaian
tertentu.
c.
Hakikat Belajar
Bahasa
Belajar bahasa
merupakan suatu proses individual yang berlangsung secara terus-menerus dan
otentik. Individual maksudnya, penilaian hendaknya lebih menekankan kepada
perbandingan kemajuan individu siswa dari waktu ke waktu. Bertahap artinya
penilaian hendaknya dilakukan dengan memperhatikan kemampuan siswa yang
diperoleh secara bertahap. Terus-menerus maksudnya penilaian diarahkan pada
proses dan hasil, dan dilakukan sepanjang masa pembelajaran. Otentik artinya
penilaian untuk belajar bahasa hendaknya disajikan dalam konteks kebahasaan
yang wajar selaras dengan kenyataan berbahasa sehari-hari di dalam masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Evaluasi adalah proses penilaian yang sistematis
mencakup pemberian nilai, atribut, apresiasi, dan pengenalan permasalahan serta
pemberian solusi-solusi atas permasalahan yang ditemukan.
Evaluasi Bahasa Indonesia di SD kelas tinggi
meliputi bahasa lisan dan bahasa tulisan. Sebab di SD kelas tinggi siswa mulai
memiliki kemampuan berbicara dan kemampuan berkarya sesuai umurnya.
Untuk itu dalam kepentingan evaluasi menulis
terdapat beberapa teknik evaluasi berupa teknik evaluasi tingkat kalimat,
teknik evaluasi tingkat paragraf, dan teknik evaluasi tingkat komposisi.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam evaluasi
tentunya diperlukan alat penilaian. Alat penilaian dapat berupa tes maupun non
tes. Alat penilaian tes dalam evaluasi Bahasa Indonesia meliputi tes menyimak,
tes berbicara, tes membaca dan tes menulis.
Sedangkan untuk alat penilaian nontes dapat dilaksanakan dengan
observasi, wawancara, dan portofolio.
Tujuan diadakannya evaluasi dalam Bahasa Indonesia
adalah untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang atau topik tertentu, untuk
menentukan kelayakan siswa lulus atau tidaknya. Selain tujuan, evaluasi juga
memiliki fungsi, yaitu fungsi normatif, fungsi diagnostik, fingsi sumatif dan
fungsi penempatan.
B.
SARAN
Untuk
mengevaluasi keberhasilan program pembelajaran tidak cukup hanya dengan
menggunakan penilaian terhadap hasil belajar siswa sebagai produk dari sebuah
proses pembelajaran. Kualitas suatu produk pembelajaran tidak terlepas dari
proses pembelajaran itu sendiri. Evaluasi terhadap program pembelajaran yang
disusun dan dilaksanakan guru sebaiknya menjangkau penilaian terhadap
desain pembelajaran yang meliputi kompetensi yang dikembangkan, strategi
pembelajaran yang dipilih, dan isi program. Implementasi program pembelajaran
atau kualitas pembelajaran. Dan juga hasil program pembelajaran.
Dalam melakukan
penilaian terhadap hasil program pembelajaran tidak hanya sebatas pada hasil
jangka pendek atau output tetapi sebaliknya juga menjangkau outcome dari
program pembelajaran.
Saran kami adalah :
1.
Gunakan
evaluasi sefektif mungkin supaya efektif dan efesian.
2.
Carilah evaluasi yang menarik bagi anak
didik supaya anak didik merasa nyaman dan tidak terbebani.
3. Jadikan
evaluasi sebagai alat kontrol untuk kemajuan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Kosadi hidayat dkk. 1996. “Evalusi
pendidikan dan penerapannya dalam pengajaranbahasa Indonesia”. Alfabeta :
Jakarta.
Sudijono, Anas. 1995. “Pengantar
Evaluasi Pendidikan”.PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Tim Bahasa Indonesia. 2009.
“Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah”. Medan : UNIMED.
Zahra
Aisyahaz. 2011. Behaviour (online). http://aisyahaz-zahra.com/2011/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html, diunduh pada
tanggal 13 September 2014, pukul 10.18 WIB.
Rizna
Kyma. 2013. Evaluasi Pembelajaran Kemampuan Berbahasa. http://rizmakyma.blogspot.com/2013/01/evaluasi-pembelajaran-kemampuan-bahasa.html, diunduh pada
tanggal 13 September 2014, pukul 10.20.
Ajeng Aprilia. 2012. Penilaian
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas Tinggi. http://www.slideshare.net/AjengAprillia/penilaian-pembelajaran-bahasa-indonesia-di-kelas-tinggi,
diunduh pada tanggal 13 September 2014, pukul 10.25.
makasih dapt bahan...
BalasHapus