Sebuah profesi yang sangat mulia
yang kita anugerahi gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Mereka hidup untuk memberi
dan tidak meminta apapun sebagai ganti dari apa yang telah diberikannya kepada
kita, kepada anak didiknya, mereka hanya ingin kita menerima, mengingat dan
memanfaatkan apa yang ia berikan kepada kita agar kita menjadi pribadi-pribadi
yang berguna bagi bangsa dan negara. Dan melalui sepenggal lagu tadi kita
diingatkan, tentang sosok mereka, jasa mereka dan apa arti mereka bagi
kita. Lagu tersebut didedikasikan untuk semua guru yang membimbing dan
mengajari kita hingga kita bisa menjadi seperti sekarang ini, dapat membaca,
menulis, berhitung dan menjadi sosok-sosok yang berguna bagi siapa pun. Betapa
mulianya, mereka dengan sabar mengajari kita mulai dari nol, dari yang tidak
tahu menjadi tahu, dari yang tahu menjadi paham. Terima kasih guru, untuk semua
itu.
Namun, entah mengapa di negara kita
ini profesi guru kurang begitu dihargai, baik itu oleh pemerintah maupun
masyarakatnya sendiri. Kesejahteraan guru bisa dikatakan (sebagian besarnya)
berada di kelas ekonomi menengah dan bahkan ke bawah, kecuali guru di
sekolah-sekolah istimewa yang biaya pendidikan dalam setahunnya bisa berpuluh –
puluh juta. Dan saya melihat refleksinya dari Paman saya, seorang guru di
sebuah SMA Negeri di Jawa Barat yang harus pontang – panting mencari nafkah
untuk keluarganya. Dan semoga dengan niatnya yang tulus menjalani pekerjaan
untuk mencerahkan kehidupan bangsa, beliau selalu diberi jalan oleh Tuhan atas
semua masalah yang dihadapinya.
Ketika kita berbicara tentang sosok
guru, maka hal ini tidak akan terlepas dari topik pendidikan di Indonesia itu
sendiri. Bisa dibilang pendidikan Indonesia ini kurang mendukung generasi yang
akan datang untuk menjadi generasi Indonesia yang lebih kreatif dan berkembang
di masa depan. Misalnya saja, ketika kita bertanya pada seorang anak pra –
sekolah apa cita – citanya, dengan bersemangat dia akan menjawab dokter, guru,
tentara, pilot dan profesi – profesi lain yang terlihat keren di mata mereka.
Jarang kita temui seorang anak yang masih kecil bercita – cita menjadi
arkeolog, akuntan atau malah binaragawan. Berbeda dari itu, sebagian besar anak
yang beranjak dewasa kemudian melupakan cita-cita keren masa kecilnya karena
terbawa pengaruh lingkungan tempat ia tumbuh dan berkembang, lingkungan sekolah
salah satunya. Pada fase ini, mereka sudah mulai memikirkan realitas dan
prospek dari cita – citanya tersebut, apakah hal itu akan dapat membuat ia
hidup, bertahan dan menjadi orang yang sukses di kemudian hari. Semua orang
tentu ingin sukses dan menikmati kesuksesan, dan itulah faktor terbesar yang membuat
para orang tua berlomba – lomba memaksimalkan pendidikan anak-anaknya untuk
masa depan yang lebih baik.
Ketika cara pandang kita akan masa
depan yang dibentuk dari lingkungan yang sedemikian ini, maka akan terpatri
dalam benak kita bahwa belajar untuk bisa bekerja, lalu kita bekerja untuk
mencari uang sebanyak – banyaknya, dan dengan banyaknya uang yang kita miliki,
kita akan sukses. Menurut pendapat saya, ini teori yang keliru. Ketika manusia
hanya terfokus untuk megejar kesuksesan yang dinilai dari uang (materi), maka
mereka akan berusaha mencapainya dengan cara apapun, bagaimanapun, hingga
melupakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dan ketika seseorang mempunyai
tujuan hidup untuk mencari uang, maka ia memilih bidang pekerjaan dengan
imbalan tertinggi yang ia bisa raih, baik pekerjaan itu ia sukai atau pun
tidak. Tidak heran jika korupsi merajalela di negara ini. Dengan memegang teguh
persepsi yang salah tentang makna kesuksesan mereka bekerja hanya untuk
perutnya sendiri, mereka berpikir bahwa hasil akhirlah yang terpenting, karena
kuantitas hasil akhir itu lah yang akan menunjukkan kesuksesan kita. Tahukah
kalian, jika kalian juga masih berpikiran seperti maka kalian harus menerima
kenyataan bahwa itu salah!
Seseorang mengajarkan kepada saya
bahwa kesuksesan itu sesungguhnya bukan dilihat dari kuantitas hasil akhir yang
kita peroleh, tapi bagaimana kita menjalani dan melewati proses – proses dalam
setiap perjalanan hidup kita. Ketika kita dapat menikmati perjalanan karir dan
hidup kita dengan baik dan penuh syukur hingga kita mendapatkan ketenangan
hati, maka kita telah mendapatkan kesuksesan sejati, bukan hanya kesuksesan
semu yang telah saya sebutkan sebelumnya, makna sukses yang hanya menjadikan
kekayaan, pangkat dan ketenaran sebagai tolak ukurnya. Ketenaran, pangkat dan
kekayaan itu hanyalah bonus dari kesuksesan sejati yang kita capai. Orang
sukses itu pasti bahagia. Jika tidak bahagia, maka bukan sukses namanya.
Hal yang demikian itulah yang
diterapkan pada sistem pendidikan di Indonesia. Kesuksesan seorang siswa hanya
dilihat dari pencapaian akhir siswa tersebut melalui ujian dan tes yang
diadakan setiap akhir masa tertentu, bukan dari proses yang dilalui oleh siswa
itu sendiri dari hari ke hari sewaktu menjalani pendidikannya. Dapat kita lihat
beberapa waktu kebelakang bagaimana Ujian Akhir menjadi satu – satunya syarat
kelulusan siswa-siswa di Indonesia dari tingkat pendidikan tertentu. Dan dengan
sistem tersebut siswa-pun akan merasa terbebani dan akan memanfaatkan berbagai
cara untuk bisa lulus Ujian Akhir tersebut. Menurut saya, hal inilah yang
kemudian menjadi bibit – bibit korupsi. Seharusnya keputusan lulus atau
tidaknya seorang siswa itu ditentukan oleh guru mereka yang mengetahui dan
melihat detail-detail perkembangan siswa-siswa didiknya secara langsung dari
waktu ke waktu.
Sekolah itu sendiri pada hakikatnya
merupakan sarana belajar siswa – siswanya bukan hanya dalam bidang akademik
namun juga dalam bidang non akademik agar siswa – siswa dapat memahami
kehidupan bermasyarakat yang sesungguhnya. Disini, guru seharusnya diberi
kebebasan untuk menentukan metode pengajarannya masing – masing, karena yang
mengetahui bagaimana kemampuan dan kondisi siswa-siswa di suatu sekolah itu
bukanlah pemerintah tetapi guru itu sendiri. Menurut saya disini sebaiknya
tugas pemerintah hanya memberikan garis besar pembelajaran saja dan bukan
sistem pengajarannya, dengan demikian guru – guru pun dapat lebih leluasa
mengembangkan kreativitas dalam melaksanakan tugasnya.
Yang perlu menjadi catatan disini
adalah bahwa seharusnya minat siswa lah yang ditampung dan dikembangkan dalam
proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah, bukan malah guru-guru dan sistem
pembelajaran yang memaksakan kehendak dengan mencekoki siswa-siswa dengan
puluhan mata pelajaran yang harus mereka kuasai dalam waktu singkat, yang
menjadikan siswa – siswa hanya akan mengerti dan memahami sedikit hal tentang
mata pelajarannya tersebut. Banyaknya hal yang harus dipelajari siswa dalam
satu waktu ini bisa menjadi pemicu stress yang mengakibatkan siswa melakukan
tindakan – tindakan menyimpang seperti tawuran.
Hal terpenting dalam pengembangan
siswa di sekolah menurut saya adalah bagaimana mereka bisa nyaman dengan
kegiatan belajar – mengajarnya, yang artinya siswa tersebut dapat menikmati
proses pembelajaran yang diikutinya. Seharusnya setiap siswa difokuskan hanya
dalam suatu atau beberapa bidang yang ingin ia pelajari dan ia sukai hingga
membuat siswa tersebut dapat menikmati proses belajarnya di sekolah dan
menjadikan siswa – siswa lebih yang kritis, kreatif, aktif dan terampil sesuai
bidang minat dan bakatnya.
Disinilah tugas guru sesungguhnya,
tidak hanya mendidik anak murid tetapi juga menjembatani minat dan bakat
siswa-siswanya dengan ilmu – ilmu yang seharusnya mereka dapatkan. Dengan
begitu guru dapat mengarahkan siswa siswanya agar siswa mempelajari sesuatu
bukan atas dasar paksaan tapi atas keinginan dan kemauan siswa itu
sendiri. Pemerintah pun sebaiknya tidak lepas tangan begitu saja terhadap
hal ini, mereka juga harus memperhatikan para guru agar mampu melaksanakan tugasnya
dengan baik untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kesejahteraan guru-guru dan
fasilitas sekolah di setiap daerah di negara ini, tanpa kecuali.
Guru, sebuah pengabdian mulia untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Sosok – sosok yang tak kenal lelah membantu
memperjuangkan cita – cita anak didiknya. Sosok – sosok yang mengarahkan kita
pada jalan-jalan yang lebih terang menuju masa depan kita.
Jadi tanpa seorang guru tidak akan
ada yang namanya presiden, tidak akan ada yang disebut professor, tidak akan
ada yang berhasil menduduki jabatan menteri. Bagaimanapun juga guru adalah
pekerjaan yang sangat mulia dan oleh karena itu sudah sepantasnya kita tidak
melupakan jasa – jasa mereka. Dalam hidup ini ada yang namanya mantan istri,
mantan pacar, mantan presiden, mantan menteri dan lain sebagainya tetapi tidak
akan pernah ada yang namanya mantan guru. Bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai jasa pahlawannya, kemudian ingatlah sosok – sosok itu, pahlawan
tanpa medali yang telah menyerahkan sebagian besar hidupnya untuk kemajuan
bangsa. Ingatlah tanpa mereka kita tidak akan bisa berdiri di sini dan menjadi
seperti sekarang ini. Ingatlah.. pahlawa tanpa tanda jasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar